Polisi Tembak Istri dan Anak Lalu Bunuh Diri, Ahli Soroti Tugas Aparat: Pekerjaan yang Paling Stres
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan komentarnya terkait tersangka kejadian anggota polisi tembak istri dan anak lalu bunuh diri.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan komentarnya terkait kejadian anggota Polri berpangkat Aiptu, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri usai menembak istri dan anaknya sendiri.
Secara sepintas, Reza melihat, kejadian di Depok Jawa Barat itu tampaknya terkait masalah rumah tangga.
Ini lantaran yang ditembak adalah anggota keluarga, yakni anak dan istri dari pelaku.
Meskipun demikian, Reza tidak menutup mata sumber masalah bisa saja datang dari luar lingkungan keluarga.
"Jadi, membunuh lalu bunuh diri merupakan cara untuk 'menyelamatkan' diri dan 'melindungi' keluarga dari sumber masalah tersebut," katanya kepada Tribunnews, Kamis (31/12/2020).
Baca juga: Kasus Bunuh Diri Polisi Bukan Hanya Persoalan Individu tapi Juga Institusi Polri
Baca juga: Kasus Polisi Bunuh Diri Seusai Tembak Anak dan Istri: Atasan Ungkap Keseharian sang Aiptu di Kantor
Pria yang juga menjadi konsultan Lentera Anak Foundation ini kemudian mengajak untuk melihat kejadian tersebut ke lingkup lebih luas.
Utamanya terkait dengan institusi kepolisian.
Reza mengaku belum lama ini menanyakan terkait data jumlah personil kepolisian yang meninggal beserta penyebabnya.
Namun sayang, dirinya tidak mendapatkan data tersebut.
"Boleh jadi Polri menganggap data semacam itu seperti aib. Jadi harus ditutup. Padahal, jika dibuka, akan tersedia gambaran tentang kesehatan mental personel."
"Apalagi, silakan di-Google, boleh jadi sayalah yang paling sering angkat suara tentang sisi-sisi manusiawi personel Polri dan bagaimana negara bisa lebih kasih atensi," urai Reza.
Dirinya kemudian menekankan, kepolisian memiliki tugas yang berat.
"Yang jelas, menjadi polisi sama artinya dengan menekuni pekerjaan yang paling bikin stres," imbuhnya.
Sedangkan tugas berat ini berasal dari beban kerja yang menaik, alokasi waktu konstan, pasokan stamina menurun.
Ditambahan lagi tarik-menarik politik, baik internal maupun eksternal, termasuk juga faktor risiko maut pun tinggi saat tugas di lapangan.
Berdasarkan catatan Reza, per tahun, personel berhadapan dengan insiden maut hampir 200 kali.
"Itu dalam situasi negara relatif normal. Dengan itu semua, hitung-hitungan di atas kertas, prevalensi masalah kejiwaan di kalangan personel sangat tinggi."
"Ambil ilustrasi, di kalangan sipil, tingkat bunuh diri adalah 13 dari 100 ribu orang. Di polisi, 17 dari 100 ribu personel," urai Reza.
Baca juga: Sikap Aiptu Slamet sebelum Tembak Anak dan Istri hingga Bunuh Diri, Rekan Polisi: Saya Pikir Capek
Baca juga: Kronologi Lengkap Polisi di Depok Tembak Istri dan Anak Lalu Bunuh Diri
Saran untuk institusi kepolisian
Melihat catatan-catatan di atas, Reza meminta institusi kepolisian tidak lepas tangan begitu saja.
Setidaknya ada 4 poin yang ia sarankan dengan rincian:
1) Revisi UU Kepolisian agar punya pasal-pasal yang lebih berempati pada personel, seperti halnya UU Guru dan Dosen.
2) Alokasi anggaran diperbesar untuk keperluan pemeliharaan kesehatan mental.
3) Kerahkan SDM dan Lemdik secara lebih maksimal.
4) Jadikan kesehatan sebagai bagian dari etika dan profesionalisme kerja.
Reza juga menyinggung soal anggota polisi yang dipecat yang menurutnya tidak kalah penting untuk diperhatikan.
Di tahun 2020 sudah ada 129 personel yang diberhentikan dari institusi kepolisian
Pemecatan, pada satu sisi bisa dipandang sebagai bentuk penataan SDM.
Tapi pada sisi lain, juga bisa ditafsirkan sebagai manifestasi kegagalan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
"Tapi jangan lupa, setelah dipecat, para pecatan itu ke mana? Polri bisa lebih bersih, tapi getahnya pindah ke masyarakat. Jika tidak terpantau, sangat mungkin kondisi para pecatan justru semakin parah sebagai orang bermasalah. Juga sangat mungkin mereka masuk kian dalam ke dunia hitam."
"Akibatnya, keamanan dan rasa aman khalayak luas terganggu, dan polisi juga yang tambah repot," tutupnya.
Kontak bantuan
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri.
Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling,
Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/layanan-konseling-psikolog-psikiater/
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)