Pemprov DKI Pakai Istilah 'Naturalisasi Sungai' di RPJMD, Batalkan 'Normalisasi Sungai'
Berdasarkan draf perubahan RPJMD yang tercantum dalam halaman IX-105, program normalisasi sungai itu dihapus.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, memutuskan menghapus program normalisasi sungai dalam draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Seperti diketahui, Pemprov DKI sebelumnya menggunakan istilah normalisasi sungai.
Kebijakan itu tercantum dalam RPJMD sebagai salah satu program untuk mengendalikan banjir.
Berdasarkan draf perubahan RPJMD yang tercantum dalam halaman IX-105, program normalisasi sungai itu dihapus.
Kemudian diganti dengan program naturalisasi sungai.
"Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi dampak daya rusak air adalah melalui pembangunan dan revitalisasi prasarana sumber daya air dengan konsep naturalisasi," demikian bunyi draft perubahan RPJMD 2017-2022 yang dikutip pada Rabu (10/2/2021) seperti dilansir Kompas.TV.
Baca juga: Gubernur DKI Anies Ungkap Rahasia Bebaskan Warga Cipinang Melayu dari Banjir
Dari keterangan yang ada di draft RPJMD tersebut, Naturalisasi merupakan cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau.
Namun demikian, tentunya dengan memperhatikan kapasitas penampungan, fungsi pengendalian banjir dan konservasi.
Anies mempunyai alasan lebih memilih istilah naturalisasi ketimbang normalisasi.
Itu karena ia tak ingin menggunakan cara-cara lama yakni menggusur warga yang berada di bantaran sungai.
Sedangkan normalisasi yakni mensyaratkan penggusuran rumah warga di bantaran sungai.
Hal inilah yang kemudian ditentang oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Namun, jauh sebelum dihapus oleh Anies, normalisasi sungai-sungai di Jakarta sudah dicanangkan saat era Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.
Program normalisasi tersebut sempat masuk dalam program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI). JEDI diinisiasi pascabanjir besar yang melanda Jakarta tahun 2007.
Adanya JEDI bertujuan merehabilitasi kondisi sungai di Jakarta yang menjadi pengendali banjir, di antaranya normalisasi dan pengerukan 13 sungai yang melintasi Jakarta.
Setelah dicanangkan Sutiyoso, normalisasi sungai di Jakarta kemudian dieksekusi saat kepemimpinan Jokowi-Ahok.
Jokowi ketika itu menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
Selanjutnya, normalisasi dilakukan dengan pengerukan sungai untuk memperlebar dan memperdalam, pemasangan sheetpile atau batu kali untuk pengerasan dinding sungai, pembangunan sodetan, hingga pembangunan tanggul.
Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) pun memulai proyek tersebut sejak 2013 dengan target normalisasi 33 kilometer.
Namun normalisasi terhenti saat baru tercapai 16 kilometer pada 2018.
Alasannya, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies tak melakukan pembebasan lahan guna normalisasi.
Sejak kampanye Pilgub DKI 2017, Anies lebih sering memperkenalkan pendekatan naturalisasi dibanding normalisasi dalam mengatasi banjir.
Sumber: Kompas.T