Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bagi Peran, Suami Promosikan Jasa Aborsi Ilegal via Online, Istri Jadi Eksekutor Aborsi

Pasutri di Bekasi jadi dalang aborsi ilegal, sang suami bertugas promosikan jasa aborsi via online, sang istri jadi eksekutor aborsi.

Penulis: Theresia Felisiani
zoom-in Bagi Peran, Suami Promosikan Jasa Aborsi Ilegal via Online, Istri Jadi Eksekutor Aborsi
TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim
Konferensi pers pengungkapan kasus praktik aborsi ilegal di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Polda Metro Jaya membongkar praktek aborsi ilegal di Kota Bekasi.

Mirisnya, pasangan suami istri (Pasutr) jadi dalang dibalik praktek terlarang itu.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, keduanya memasarkan jasa aborsi ilegal itu melalui website dan Whatsapp.

Dari informasi yang dihimpun, website yang dimaksud adalah hellodok.web.id.

"Bentuk pemasarannya itu melalui media sosial. Yang memasarkan itu suaminya, ST," kata Yusri saat merilis kasus ini di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021).

Baca juga: Mendengar Pengakuan Tetangga di Tempat Aborsi Ilegal Rumahan di Bekasi

Melalui website tersebut, pasien akan terhubung ke sebuah nomor Whatsapp yang digunakan untuk berkomunikasi dan menyepakati harga dengan para tersangka.

"Kemudian korban janjian di salah satu tempat yang sudah disepakati dan deal dengan harganya. Kemudian korban atau si ibu yang akan melakukan aborsi ini dibawa ke tempat aborsi di kediamannya (tersangka)," terang Yusri.

Berita Rekomendasi

Dibantu Calo

Tersangka ST dan ER mematok harga jutaan Rupiah untuk sekali melakukan praktik aborsi ilegal.

"Tarifnya yang dia terima Rp 5 juta rupiah," kata Yusri.

Namun, dalam melancarkan aksinya, tersangka juga memanfaatkan peran calo.

Bahkan, Yusri mengungkapkan calo tersebut mendapat keuntungan lebih besar dibandingkan ST dan ER.

"Ada pembagiannya. Rp 5 juta si korban membayar. Rp 3 juta untuk calo dan Rp 2 juta untuk yang melakukan tindakan," ujar dia.

Pasangan suami istri itu mengaku sudah lima kali melakukan praktik aborsi ilegal di kediamannya.

Namun, keduanya ternyata tidak memiliki latar belakang di dunia kedokteran.

Tersangka hanya belajar melakukan aborsi dari tempat dia bekerja sebelumnya.

"ER ini sebagai pelaku yang melakukan tindakan aborsi. Dia tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," ucap Yusri.

Baca juga: Pasutri di Bekasi Jadi Otak Aborsi Ilegal, Hanya Terima Janin Berusia di Bawah 2 Bulan

Berdasarkan hasil penyelidikan, ER ternyata pernah bekerja di klinik aborsi di kawasan Tanjung Priok pada tahun 2000.

Di tempat itu, ER bekerja selama empat tahun di bagian pembersihan jasad janin yang telah diaborsi.

"Dari situ lah dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi," ungkap Yusri.

Namun demikian, lanjut Yusri, ER hanya menerima permintaan aborsi dengan usia janin di bawah dua bulan atau sekitar delapan minggu.

"Karena bagi dia usia (janin) di bawah delapan minggu itu mudah untuk dihilangkan atau dibuang buktinya karena bentuknya masih berupa gumpalan darah," ujar dia.

Pengakuan Pasien Aborsi Ilegal Rumahan di Bekasi

Selain pasangan suami istri ST dan ER, polisi juga menangkap RS yang merupakan pasien aborsi ilegal.

RS mengaku terpaksa menggugurkan janinnya karena takut tidak dapat menghidupinya ketika lahir nanti.

Ia mengatakan, keluarganya sedang hidup dalam kondisi kesulitan ekonomi, ditambah suaminya yang tengah terbaring sakit.

"Menurut pengakuannya, suaminya sedang sakit sehingga ada keterbatasan ekonomi sehingga harus menggugurkan. Takut nanti menanggung pada saat melahirkan," ujarnya.

Polda Metro Bongkar Praktik Aborsi Ilegal
Polda Metro Bongkar Praktik Aborsi Ilegal (Tribunnews.com, Reza Deni)

Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain satu kantong plastik berisi jasad janin hasil aborsi, satu set alat vakum, tujuh botol air infus dan selang, serta, satu kotak obat perangsang aborsi.

Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. (tribun network/thf/TribunJakarta.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas