Pasangan Suami Istri Buka Praktik Aborsi Ilegal, Tarifnya Rp 5 Juta, Libatkan Calo Imbalan Rp 3 Juta
Pasangan suami istri membuka praktik aborsi di wilayah Bekasi. Kedua pelaku mematok harga Rp 5 juta sekali aborsi.
Editor: Miftah
Laporan wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNNEWS.COM- Pasangan suami istri membuka praktik aborsi di wilayah Bekasi.
Kedua pelaku mematok harga Rp 5 juta sekali aborsi.
Pasang sumai istri (pasutri) ST dan ER sudah tinggal di rumah yang beralamat di Kampung Cibitung, RT01 RW05, Kelurahan Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi sejak lebih dari lima tahun.
Kusnadi Ketua RT setempat mengatakan, tetangga tidak ada yang mengetahui secara pasti aktivitas apa yang dilakukan pasutri tersebut hingga diringkus polisi.
"Sudah lima tahun tinggal di sini, aktivitasnya kita enggak ada yang tahu kaya kerja biasa aja," kata Kusnadi, Rabu (10/2/2021).
Dia menambahkan, pasutri ST dan ER lebih sering beraktivitas di luar rumah, warga hanya mengetahui lokasi yang digerebek polisi hanya sebatas tempat tinggal saja.
"Tahunya itu tempat tinggal aja, kalau ada tamu dateng juga warga sekitar enggak tahu," ujarnya.
Baca juga: Pasutri di Bekasi Jadi Otak Aborsi Ilegal, Hanya Terima Janin Berusia di Bawah 2 Bulan
Baca juga: Polda Metro Jaya Bongkar Praktik Aborsi Ilegal di Bekasi yang Dijalankan Pasangan Suami-Istri
Baca juga: Ringkus 3 Pelaku, Polda Metro Bongkar Praktik Aborsi Ilegal Rumahan di Bekasi
Apalagi terkait praktik aborsi yang berhasil dibongkar pihak kepolisian, warga kaget kalau rumah tersebut dijadikan kegiatan terlarang.
"Kurang tahu (latar belakang dokter atau kerja di rumah sakit), karena di rumahnya kan juga biasa aja enggak plang (papan identitas) apa-apa, biasa aja," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya meringkus pasutri pelaku praktik aborsi ilegal di Kampung Cibitung, RT01 RW05, Kelurahan Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi.
Tersangka masing-masing berinisial ST dan ER pasangan suami istri, serta seorang tersangka lagi berinisial RS.
Penangkapan dilakukan di kediaman tersangka sekaligus lokasi praktik aborsi ilegal, pada Senin (1/2/2021) sekira pukul 14.00 WIB.
TribunJakarta.com mencoba melihat langsung lokasi praktik aborsi ilegal, letaknya berada di perkampungan.
Rumah dengan pagar hitam dan cat dinding berwarna biru, merupakan lokasi praktik aborsi ilegal yang dijalankan tersangka.
Letak bangunan tersebut berdiri di tengah perkampungan, lingkungan setempat memang bisa dikatakan masih lengang.
Daerah perkampungan ini bukan termasuk pemukiman padat penduduk, jarak antar-rumah juga masih terbilang luas.
Selain itu, di dekat rumah praktik aborsi ilegal masih terdapat kebun pisang dan pohon bambu, tanda bahwa perkampungan ini cukup sepi dari hiruk pikuk padat penduduk.
Lokasi
Polda Metro Jaya meringkus pasangan suami istri pelaku praktik aborsi ilegal. Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Pasutri ini membuka praktik aborsi di Kampung Cibitung, RT 01/RW 05, Kelurahan Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi.
Tersangka suami istri masing-masing berinisial ST dan ER. Seorang tersangka lagi berinisial RS.
Lokasi rumah praktik aborsi ilegal di Kampung Cibitung, RT01 RW05, Kelurahan Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi.
Polisi menangkap pasutri di kediamannya sekaligus lokasi praktik aborsi ilegal, Senin (1/2/2021) pukul 14.00 WIB.
TribunJakarta.com mencoba melihat langsung lokasi praktik aborsi ilegal, letaknya berada di perkampungan.
Rumah dengan pagar hitam dan cat dinding berwarna biru, merupakan lokasi praktik aborsi ilegal yang dijalankan tersangka.
Letak bangunan tersebut berdiri di tengah perkampungan, lingkungan setempat memang bisa dikatakan masih lengang.
Daerah perkampungan ini bukan termasuk permukiman padat penduduk, jarak antar-rumah juga masih terbilang luas.
Di dekat rumah praktik aborsi ilegal masih terdapat kebun pisang dan pohon bambu, tanda bahwa perkampungan cukup sepi dari hiruk pikuk padat penduduk.
Ketua RT01 RW05 Kusnadi mengaku warga setempat tidak mengetahui adanya praktik aborsi ilegal di rumah tersebut.
"Tahunya itu rumah tinggal aja, karena memang enggak ada plang klinik atau semacemnya," kata Kusnadi, Rabu (10/2/2021).
Saat penggerebekan, Kusnadi ikut mendampingi pihak kepolisian.
Dia melihat terdapat tiga orang yang diamankan dan sejumlah barang bukti.
Selain mengamankan pemilik rumah, polisi membawa sejumlah barang-barang dari lokasi.
Baca juga: Pengakuan Ibu yang Bunuh Bayi Kandung Gara-gara Mirip Selingkuhan, Dijanjikan Menikah & Hidup Sukses
Baca juga: Kronologi Ibu dan Selingkuhan Bunuh Bayi 9 Bulan, Sang Pacar Janjikan Hidup Lebih Baik
Lokasi rumah praktik aborsi ilegal di Kampung Cibitung, RT01 RW05, Kelurahan Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi.
Lokasi rumah praktik aborsi ilegal di Kampung Cibitung, RT01 RW05, Kelurahan Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi. (TRIBUNJAKARTA.COM/YUSUF BACHTIAR)
"Saya kurang tahu apa yang dibawa," terangnya.
Kondisi rumah sudah kosong sejak penggerebekan tersebut.
Di dalam teras, masih tampak satu unit sepeda motor dan mobil terparkir.
Namun, tidak ada satupun penghuni rumah yang mendiami setelah kasus praktik aborsi terbongkar.
Pasang Tarif Rp 5 Juta
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan pasutri ST dan ER mematok harga jutaan untuk sekali aborsi.
"Tarifnya yang dia terima Rp 5 juta," kata Yusri saat merilis kasus ini di Polda Metro Jaya, Rabu (10/2/2021).
Dalam melancarkan aksinya, tersangka juga memanfaatkan peran calo.
Bahkan, kata Yusri, calo tersebut mendapat keuntungan lebih besar dibandingkan ST dan ER.
"Ada pembagiannya. Rp 5 juta si korban membayar. Rp 3 juta untuk calo dan Rp 2 juta untuk yang melakukan tindakan," ujar dia.
Yusri memastikan pasutri ini membuka praktik aborsi ilegal di rumahnya, bukan klinik.
Ketiga tersangka memiliki peran masing-masing.
ST bertugas mempromosikan, ER berperan sebagai eksekutor.
Sedangkan RS adalah orang yang melakukan aborsi atau pasien.
Kepada polisi, ST dan ER mengaku sudah lima kali melakukan praktik aborsi ilegal di kediamannya.
Barang bukti yang berhasil diamankan di antaranya satu kantong plastik berisi jasad janin hasil aborsi.
Selain itu ada satu set alat vakum, tujuh botol air infus dan selang, serta, satu kotak obat perangsang aborsi.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Tersangka ER Bukan Dokter
Yusri mengatakan tersangka ER bukan berprofesi sebagai dokter.
Tersangka ER hanya belajar melakukan aborsi dari tempat dia bekerja sebelumnya.
"ER ini sebagai pelaku yang melakukan tindakan aborsi. Dia tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," kata Yusri.
Berdasarkan hasil penyelidikan, ER pernah bekerja di klinik aborsi di kawasan Tanjung Priok pada tahun 2000.
Di tempat itu, ER bekerja selama empat tahun di bagian pembersihan jasad janin yang telah diaborsi.
"Dari situlah dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi," ungkap Yusri.
Lanjut Yusri, ER hanya menerima permintaan aborsi dengan usia janin di bawah 2 bulan.
"Bagi dia usia (janin) di bawah delapan minggu itu mudah untuk dihilangkan atau dibuang buktinya karena masih berupa gumpalan darah," ujar dia.
Jika ER sebagai eksekutor praktik aborsi, suaminya ST bertugas untuk mempromosikan usaha istrinya.
Dari informasi kepolisian, ST memasarkan jasa aborsi ilegal itu melalui website dan WhatsApp.
"Bentuk pemasarannya itu melalui media sosial. Yang memasarkan itu suaminya, ST," kata Yusri.
Melalui website tersebut, pasien akan terhubung ke sebuah nomor Whatsapp untuk berkomunikasi.
Di nomor itu calon pasien dan eksekutor menyepakati harga aborsi.
"Korban janjian di salah satu tempat yang sudah disepakati dan deal dengan harganya."
"Korban atau si ibu yang akan aborsi ini dibawa ke tempat aborsi di kediamannya (tersangka)," terang Yusri.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Lima Tahun Tinggal Bertetangga, Warga Tak Ada yang Tahu Aktivitas Pasutri Pelaku Aborsi di Bekasi