Polda Metro Jaya Pelototi Bekasi: Pabrik Masker Ilegal Hingga Praktek Aborsi Ilegal Dibongkar
Dalam hitungan hari, Polda Metro Jaya berhasil membongkar 2 kasus besar di Bekasi, pabrik masker ilegal dan aborsi ilegal.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Polda Metro Jaya sukses membongkar praktek usaha ilegal di Kota Bekasi.
Dua pengungkapan kasus berbeda ini hanya dalam hitungan hari.
Pertama akhir Januari 2021 mengungkap pabrik masker ilegal.
Kedua awal Februari 2021 membongkar praktek aborsi ilegal.
Pabrik Masker Ilegal di Jatiasih
Polda Metro Jaya menggerebek pabrik produsen kosmetik jenis masker wajah ilegal di Jalan Swakarya, RT05 RW04, Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Yusri Yunus mengatakan, tersangka dalam kasus ini bernama Charles Siregar (CS), pengusaha yang mendirikan pabrik sekaligus meracik masker.
"Tersangka berinisial CS (Charles Siregar), dia memproduksi, menjual produk kosmetik tanpa izin edar," kata Yusri di Bekasi, Jumat (29/1/2021).
1. Mulai Usaha Sejak 2018, Sebulan Raup Untung Rp 100 Juta
Yusri menjelaskan, Charles sudah memulai usaha sejak 2018 silam.
Usaha tersebut terus berkembang hingga meraup untung Rp100 juta per bulan.
"Omzetnya kurang lebih Rp100 juta selama hampir kurun waktu 3 tahun lebih, dari 2018 lalu," jelasnya.
Charles dalam memproduksi tidak sendirian, dia mempekerjakan sejumlah pegawai dengan daya produksi mencapai 1000 sachet dalam sehari.
"Kami masih melakukan pengembangan, selain CS ada sejumlah pegawai dan reseller yang totalnya 12 orang sudah kami amankan," terangnya.
2. Rumah Hunian Disulap Jadi Pabrik Masker Ilegal, Polisi Sita Bahan Baku dan Alat Produksi Sederhana
Pantauan TribunJakarta.com, pabrik kosmetik produsen masker wajah ilegal berada di tengah-tengah pemukiman warga.
Bangunan pabrik merupakan rumah tinggal yang digunakan sebagai lokasi peracikan, di dalamnya terdapat bahan baku utama tepung beras dan bahan kimia lain.
Bangunan dua lantai dipenuhi dengan karton bahan baku, tampak juga beberapa wadah plastik besar yang digunakan untuk mencampur bahan baku.
3. Harga Satu Bungkus Masker Hanya RP 3 Ribu
Menurut Yusri, dalam sehari produsen masker ilegal ini dapat mengolah sebanyak 50 kilogram bahan baku untuk kemudian dikemas menjadi masker wajah siap edar.
Untuk harga jual, tersangka mematok harga di kisaran Rp2.500 sampai Rp3000 per saset melalui reseller.
"Kasus ini masih kami kembangkan, dia menjual secara online melalui media sosial dan beberapa reseller," tegasnya.
Adapun merek masker wajah ilegal yang diproduksi di antaranya, Yoleskin, Acone, NHM dan Youra. Produknya dikemas dalam ukuran kecil, tanpa keterangan atau bukti izin edar sama sekali.
Tersangka dikenakan pasal 197 subsider pasal 196 juncto 106 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ancaman hukuman pidana 15 tahun penjara atau denda Rp1,5 Miliar.
4. Distribusi Masker Ilegal Sudah ke Seluruh Pulau Jawa
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Yusri Yunus mengatakan, distribusi hasil produk pabrik kosmetik ilegal ini sudah dilakukan ke seluruh pulau Jawa.
"Ada beberapa reseller menjual melalui media online untuk dilakukan pendistribusian ke seluruh Jawa," kata Yusri di Bekasi, Jumat (29/1/2021).
Yusri menyebutkan, terdapat empat merek masker wajah yang diproduksi diantaranya, Yoleskin, Acone, NHM dan Youra.
"Jadi empat jenis yang dia buat sendiri kemudian dia buat merek dan diedarkan khusus di Pulau Jawa," paparnya.
Praktek Aborsi Ilegal di Mustika Jaya
Polda Metro Jaya membongkar praktik aborsi ilegal di kawasan Pedurenan, Mustika Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dalam kasus ini, polisi menangkap tiga orang tersangka yakni ST, ER, dan RS.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan dua dari tiga tersangka adalah pasangan suami istri, yaitu ST dan ER.
"Penangkapan pada 1 Februari yang lalu di daerah Pedurenan, Mustika jaya, Bekasi," kata Yusri saat merilis kasus ini di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021).
1. Pasutri Otaki Aborsi Ilegal
Yusri menjelaskan, praktik aborsi ilegal yang dilakukan para tersangka tidak dilakukan di sebuah klinik, melainkan di kediaman ST dan ER.
"Kalau ini dia bentuk rumah pribadi, dan tidak ada sama sekali plang untuk melakukan praktik klinik," ujar dia.
Ketiga tersangka memiliki peran masing-masing.
Sang suami, ST bertugas untuk mempromosikan, ER sang istri berperan sebagai eksekutor.
Sedangkan RS adalah orang yang melakukan aborsi.
2. Pengakuan Pasutri Pelaku Aborsi Ilegal
Kepada polisi, ST dan ER mengaku sudah lima kali melakukan praktik aborsi ilegal di kediamannya.
Namun, polisi akan terus mendalami kasus ini.
Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain satu kantong plastik berisi jasad janin hasil aborsi, satu set alat vakum, tujuh botol air infus dan selang, serta, satu kotak obat perangsang aborsi.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
3. Bukan Dokter
Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan pasangan suami istri tersangka kasus aborsi ilegal ST dan ER, bukan berprofesi sebagai dokter.
Tersangka hanya belajar melakukan aborsi dari tempat dia bekerja sebelumnya.
"ER ini sebagai pelaku yang melakukan tindakan aborsi. Dia tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," kata Yusri saat merilis kasus ini di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021).
4. Sang Eksekutor Hanya Terima Aborsi dengan Usia Janin di Bawah 2 Bulan
Berdasarkan hasil penyelidikan, ER ternyata pernah bekerja di klinik aborsi di kawasan Tanjung Priok pada tahun 2000.
Di tempat itu, ER bekerja selama empat tahun di bagian pembersihan jasad janin yang telah diaborsi.
"Dari situ lah dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi," ungkap Yusri.
Namun demikian, lanjut Yusri, ER hanya menerima permintaan aborsi dengan usia janin di bawah dua bulan atau sekitar delapan minggu.
"Karena bagi dia usia (janin) di bawah delapan minggu itu mudah untuk dihilangkan atau dibuang buktinya karena bentuknya masih berupa gumpalan darah," ujar dia.
5. Pasang Tarif Rp 5 Juta untuk Sekali Aborsi
Selain pasangan suami istri ST dan ER, polisi juga menangkap RS yang merupakan pasien aborsi ilegal.
Yusri mengatakan, tersangka ST dan ER mematok harga jutaan Rupiah untuk sekali melakukan praktik aborsi.
"Tarifnya yang dia terima Rp 5 juta rupiah," kata Yusri.
Namun, dalam melancarkan aksinya, tersangka juga memanfaatkan peran calo.
Bahkan, Yusri mengungkapkan calo tersebut mendapat keuntungan lebih besar dibandingkan ST dan ER.
"Ada pembagiannya. Rp 5 juta si korban membayar. Rp 3 juta untuk calo dan Rp 2 juta untuk yang melakukan tindakan," ujar dia.
Yusri menjelaskan, praktik aborsi ilegal yang dilakukan para tersangka tidak dilakukan di sebuah klinik, melainkan di kediaman ST dan ER.
"Kalau ini dia bentuk rumah pribadi, dan tidak ada sama sekali plang untuk melakukan praktik klinik," ujar dia.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. (tribun network/thf/Tribunnews.com/TribunJakarta.com)