Ahli: Seseorang Bisa Ditetapkan Tersangka tanpa Dijadikan Saksi Terlebih Dahulu
Dalam persidangan dirinya menegaskan, untuk menetapkan seorang tersangka dalam kasus pidana tidak harus dilakukan pemeriksaan sebagai saksi.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan praperadilan dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dihadirkan saksi ahli dari pihak termohon dalam hal ini Polda Metro Jaya, Rabu (10/3/2021).
Adalah Effendi Saragih, Ahli Pidana dari Universitas Trisakti.
Dalam persidangan dirinya menegaskan, untuk menetapkan seorang tersangka dalam kasus pidana tidak harus dilakukan pemeriksaan sebagai saksi.
Karena menurut dia dalam proses penyidikan tidak ada penetapan seseorang sebagai calon tersangka.
"Untuk menyatakan seseorang sebagai tersangka tidak perlu ada pemeriksaan seseorang sebagai saksi," kata Effendi untuk menjawab pertanyaan dari Majelis Hakim Suharno, di PN Jaksel, Rabu (10/3/2021).
Hal tersebut dikatakan Effendi berdasar pada amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penetapan tersangka yang tidak perlu dilakukan pemanggilan terlebih dahulu.
Lantas dirinya memberikan contoh terhadap tindak pidana kejahatan yang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
"Sebagaimana kita ketahui ada kejadian kejahatan terjadi sehari-hari, apakah dijadikan saksi dulu baru tersangka?," ungkapnya.
Disisi lain, dirinya memberikan pernyataan terkait syarat penangkapan, katanya diperlukan beberapa hal, yakni surat perintah penyidikan (Sprindik), surat tugas hingga surat penangkapan.
Tidak hanya itu, kata dia dalam proses penangkapan harus adanya minimal dua alat bukti yang sah.
"Surat tugas penahanan menjadi dasar. Itu syarat mutlak itu minimun dua syarat bukti untuk dilakukan penahanan," tegasnya.
Diketahui, sidang lanjutan gugatan praperadilan yang digelar pada hari ini beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak termohon dan pemohon.
Gugatan ini dilayangkan pemohon guna memastikan sah atau tidaknya penangkapan Habib Rizieq Shihab atas kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Rizieq Shihab ditetapkan tersangka dalam kasus kerumunan pada November 2020 lalu. Sebelumnya Rizieq sudah mengajukan praperadilan di PN Jaksel tapi ditolak hakim.
Baca juga: Sidang Perdana Kasus Kerumunan dan Hasil Swab Test Rizieq Shihab Digelar Pekan Depan
Kubu Rizieq kemudian kembali mengajukan praperadilan di PN Jaksel atas kasus yang sama. Praperadilan ini teregistrasi nomor 11/Pid.Pra/2021/PN.Jkt.Sel, tertanggal 3 Februari 2021. Pihak Tergugatnya adalah Polda Metro Jaya cq Bareskrim Polri.
Mereka menyebut kasus Rizieq Shihab adalah pelanggaran protokol kesehatan. Tapi Rizieq malah dijerat Pasal 160 KUHP yang mengatur tindakan penghasutan.
Selain itu, tim hukum Rizieq menjelaskan kliennya ditahan berdasar Pasal 160 KUHP yang punya ancaman pidana di atas 5 tahun. Namun penahanan kliennya didasarkan pada dua surat perintah penahanan berbeda dalam kasus yang sama.
Padahal berdasarkan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), maupun diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 hanya mengenal 1 surat perintah penyidikan serta 1 surat perintah penahanan dalam kasus yang sama.
Yakni surat perintah penyidikan pertama nomor SP.sidik/4604/XI/2020/Ditreskrimum, tertanggal 26 November 2020, dan surat perintah penyidikan kedua nomor SP.sidik/4735/XII/2020/Ditreskrimum, tertanggal 9 Desember 2020.
Sehingga kata dia, tindakan penahanan Rizieq Shihab oleh termohon tidak sah dan menyimpang dari ketentuan KUHAP.