Ahli Hukum Kesehatan Sebut Pelanggar Aturan Tak Bisa Dipidana jika sudah Dikenakan Sanksi Denda
Ahli hukum kesehatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Luthfi Hakim mengatakan pelanggar aturan tidak dapat ditindak pidana jika sudah dijatuhi sanks
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum kesehatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Luthfi Hakim mengatakan pelanggar aturan tidak dapat ditindak pidana jika sudah dijatuhi sanksi administrasi atau denda.
Hal itu disampaikan Luthfi saat dirinya duduk sebagai ahli yang dihadirkan kubu Rizieq Shihab dalam sidang lanjutan perkara pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Awalnya, kuasa hukum Rizieq menanyakan terkait sanksi denda yang sudah dibayarkan oleh seorang pelanggar atas adanya pelanggaran kerumunan.
Dalam pertanyaannya, kuasa hukum Rizieq memastikan apakah jika sudah didenda, pelanggar tersebut bisa kembali dikenakan sanksi pidana atau tidak.
"Apakah menurut ahli penyelesaian pembayaran sanksi administrasi itu masih bisa kenakan pidana lagi?" tanya kuasa hukum Rizieq kepada Luthfi di ruang sidang utama PN Jakarta Timur, Senin (17/5/2021).
Menanggapi pertanyaan itu, Lutfhi mengatakan jika setiap pelanggar tidak bisa dikenakan dua sanksi sekaligus.
Kata dia pemberian sanksi tersebut harus diberikan hanya satu dari kedua sanksi kepada pelanggar.
Dengan begitu kata Luthfi, jika memang sudah ada sanksi denda, maka perkara yang dilanggar tersebut sudah selesai.
"Tidak bisa, karena apa? Karena sanksi (administrasi) itu merupakan sudah hukuman yang sudah memulihkan. Jadi sudah memulihkan suatu situasi masyarakat pada kondisi semula," jawabnya.
Tak hanya itu kata Luthfi, penerapan sanksi pidana dan denda administrasi secara bersamaan tidak dibenarkan dalam pemidanaan.
Baca juga: Ahli Hukum Kesehatan hingga Ahli Bahasa Dihadirkan Kubu Rizieq
Oleh karenanya, dia menegaskan harus ada yang ditentukan dari salah satu sanksi yang diberikan kepada pelanggar.
"Jadi kalau dikenakan sanksi lagi, maka, dia memperoleh double sanksi dan itu tidak dibenarkan dalam pemidanaan," imbuhnya.
Sebagai informasi, eks Pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab (MRS) untuk kasus pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan teregister dalam dua perkara yang berbeda.
Di mana untuk perkara pertama yakni teregister dengan nomor 221/Pid.B/2021/PN.JktTim untuk terdakwa Rizieq Shihab dan perkara nomor 222/Pid.B/2021/PN.JktTim untuk terdakwa kelima mantan petinggi FPI terkait kasus kerumunan di Petamburan telah didakwa pasal berlapis yakni.
- Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;
- Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;
- Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau
- Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
- Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP.
Sedangkan perkara kedua terigester dengan nomor 226/Pid.B/2021/PN.JktTim untuk kasus kerumunan di Megamendung saat acara peletakan batu pertama pembangunan Masjid dan peresmian Ponpes Argokultural Markaz Syariah.
Dalam perkara ini Muhammad Rizieq Shihab didakwa Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo 216 ayat 1 KUHP.