Turki Skeptis Taliban Bisa Amankan Bandara Kabul dan Jamin Keamanan Pasukannya
Serangan bom bunuh diri yang terjadi di luar bandara Kabul pada Kamis kemarin, menunjukkan bahwa Taliban tidak cukup mampu mengamankan situasi.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Seorang pejabat senior Turki yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa negara itu memiliki kemampuan teknis untuk mengamankan Bandara Kabul, Afghanistan.
Namun Turki meminta jaminan keamanan jika pihaknya hadir di negara konflik tersebut.
Sebaliknya, hal yang sama juga akan dilakukan Turki untuk membantu mengamankan negara itu melalui kolaborasi tim yang ahli di bidang pertahanan dan keamanan.
"Keamanan bisa dijamin pula oleh Turki melalui tim keamanan ekstensif yang terdiri dari mantan tentara, mantan polisi, atau perusahaan swasta sepenuhnya," kata sumber tersebut.
Kendati demikian, ia menambahkan bahwa Turki 'tidak tertarik' untuk mengoperasikan bandara dalam kondisi 'di mana keamanan hanya disediakan atau dijamin oleh Taliban'.
Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (27/8/2021), menurut pejabat tersebut, serangan bom bunuh diri yang terjadi di luar bandara Kabul pada Kamis kemarin, menunjukkan bahwa Taliban tidak cukup mampu mengamankan situasi.
Baca juga: Turki Tak Yakin Taliban Bisa Amankan Bandara Kabul
Begitu pula yang disampaikan pejabat Turki lainnya yang mengatakan bahwa langkah-langkah keamanan Taliban, termasuk dengan adanya menara pengawas di sekitar bandara yang diawaki oleh penjaga bersenjata, tidak cukup untuk memastikan keamanan pasukan Turki yang mungkin beroperasi di sana.
Baca juga: Erdogan Klaim Taliban Minta Turki Ambil Alih Bandara Kabul
Perlu diketahui, Turki mengumumkan rencana untuk mengamankan dan mengoperasikan bandara Kabul pada awal musim panas ini setelah Amerika Serikat (AS) dan negara-negara NATO lainnya berencana untuk menarik pasukannya dari negara itu.
Sebelumnya, Turki memiliki kontingen sekitar 500 tentara di Afghanistan sebagai bagian dari pasukan pendudukan NATO.
Pasukan ini kemudian mulai dievakuasi pada hari Rabu lalu, dengan sekitar 350 tentara dan 1.400 warganya dibawa ke luar negeri pada hari Jumat waktu setempat.
Taliban pun telah memperingatkan pemerintah Turki untuk tidak menahan pasukannya tetap tinggal di negara itu.
Baca juga: 13 Tentara AS Tewas dalam Ledakan Bandara Kabul, Hari Paling Mematikan Sejak 2011
Kelompok pemberontak ini mengatakan bahwa kehadiran Turki akan menjadi 'kesalahan besar' dan merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan AS-Taliban yang telah dicapai pada 2020, saat mantan Presiden AS Donald Trump masih berkuasa.
"Tidak pantas bagi sebuah negara Islam untuk bermusuhan dengan negara Islam lain atas nama orang-orang kafir yang menduduki (Afghanistan)," kata Juru Bicara Taliban, Muhammad Naeem saat itu.
Bulan lalu, Erdogan menyatakan, Turki merupakan satu-satunya negara yang bisa 'dipercaya' dalam menjaga keamanan di Afghanistan, begitu pasukan asing lainnya pergi.
Dalam komunikasinya dengan kelompok militan itu, Erdogan meminta Taliban untuk mengakhiri 'pendudukan mereka' di wilayah Afghanistan yang saat ini memang berada di bawah kendali Taliban.
Setelah jatuhnya Kabul, para pejabat Turki memuji Taliban atas pernyataan mereka yang dinilai 'moderat', namun belum memberikan pengakuan secara formal.
Para pejabat Turki ini mengatakan bahwa interaksi mereka dengan para militan itu tentu akan bergantung pada perilaku kelompok ini.