Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Keberatan Dituntut 3 Tahun karena Berita Bohong, Jumhur: Cuitan Saya tidak Banyak Dibaca Orang

Jumhur Hidayat mengungkapkan keberatannya dengan tuntutan tiga tahun yang dijatuhkan jaksa penuntut umum kepada dirinya.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Keberatan Dituntut 3 Tahun karena Berita Bohong, Jumhur: Cuitan Saya tidak Banyak Dibaca Orang
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Terdakwa Muhammad Jumhur Hidayat usai menghadiri sidang tuntutan perkara penyebaran berita bohong sehingga membuat keonaran di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/9/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa perkara penyebaran berita bohong sehingga menimbulkan keonaran di masyarakat Muhammad Jumhur Hidayat mengungkapkan keberatannya dengan tuntutan tiga tahun yang dijatuhkan jaksa penuntut umum kepada dirinya.

Kata Jumhur, cuitannya di akun Twitter pribadi tidak memiliki banyak dampak kepada masyarakat karena tidak banyak dibaca oleh warganet.

"Iya (keberatan) anda bisa bayangkan sudah lihat tweetnya kan? Dan yang kedua nanti pengacara bisa menyampaikan punya banyak bukti bahwa tweet saya itu enggak banyak dibaca orang," kata Jumhur kepada awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/9/2021).

Diketahui, perkara Jumhur ini berawal dari dua cuitannya melalui akun Twitter @jumhurhidayat, yang mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".

Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip-mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".

Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.

Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.

Berita Rekomendasi

Kendati begitu, Jumhur menyatakan, cuitan dirinya itu, tidak berdampak pada apapun, bahkan untuk kegiatan di media sosial sekalipun, karena dirinya menganggap bukan siapa-siapa.

"Ternyata tweet saya tidak berdampak di media sosial pun tidak berdampak, karena tidak ada nama saya di situ, yang ada dari akun-akun yang lain," ucapnya.

Senada dengan itu, kuasa hukum Jumhur dari LBH Jakarta, Oky Wiratama mengatakan, jika berdasar pada fakta persidangan, seluruh saksi yang pernah dihadirkan dalam sidang, menyatakan menggelar aksi pada Oktober 2020 itu bukan karena cuitan Jumhur.

Melainkan kata dia, sebagai bentuk penolakan atau kritik atas pembahasan RUU Omnibus-Law kala itu.

Saksi tersebut juga merupakan para peserta aksi pada Oktober lalu yang didominasi oleh serikat buruh, hingga mahasiswa.

Baca juga: Soroti Hal Pemberat dalam Tuntutan Jaksa, Jumhur Hidayat: Satu di Antaranya Tidak Tepat

"Saksi-saksi yang hadir di persidangan dari BEM UI yang masa aksinya banyak dari Walhi, dari buruh 'kami demo bukan karena melihat postingannya pak Jumhur kami demo karena melihat ketidakadilan di dalam RUU Omnibuslaw pada saat itu, makanya kami demo'," kata Oky dalam kesempatan yang sama.

Atas dasar itu, Oky menilai segala argumen yang dijatuhkan jaksa dalam tuntutannya pada sidang Kamis (23/9/2021) siang tadi adalah tidak berdasar.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas