Soroti Hal Pemberat dalam Tuntutan Jaksa, Jumhur Hidayat: Satu di Antaranya Tidak Tepat
Pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menyatakan, rekam jejaknya yang pernah dipenjara dan dijadikan hal pemberat itu adalah suatu
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa perkara penyebaran berita bohong alias hoaks sehingga menimbulkan keonaran di masyarakat Muhammad Jumhur Hidayat, menyoroti pertimbangan jaksa yang menjadikan riwayat hukumnya pernah dipenjara menjadi hal yang memberatkan tuntutan.
Pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menyatakan, rekam jejaknya yang pernah dipenjara dan dijadikan hal pemberat itu adalah suatu hal yang tidak tepat.
Meski dia mengaku pernah di penjara selama tiga tahun, namun kata Jumhur hukuman itu dijatuhkan oleh rezim Orde Baru.
Di mana kata Jumhur, kala itu dirinya melakukan perlawanan demi memperjuangkan demokrasi.
"Waktu itu saya di ITB dan dipecat dari ITB karena melawan atau memperjuangkan demokrasi dan saya dipenjara hingga 3 tahun," kata Jumhur kepada wartawan usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/9/2021).
Kata Jumhur, penetapan jaksa yang menjadikan rekam jejaknya pernah dipenjara sebagai pemberat itu menunjukkan kalau perjuangan yang dilakukan dirinya melawan rezim otoriter tidak dianggap sebagai sesuatu yang berarti.
Padahal, perjuangan itu telah menciptakan demokrasi dan melahirkan reformasi setelah puluhan tahun rezim otoriter berkuasa di Indonesia.
Baca juga: Bikin Rusuh dan Pernah Dihukum Hal Pemberat Jaksa Tuntut 3 Tahun Jumhur Hidayat
"Artinya perjuangan kita untuk mencapai demokratisasi berujung gerakan reformasi dianggap bukan apa-apa, itu kata-kata pemberat kita berjuang di era itu, itu salah satu tidak tepat," tandasnya.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menjatuhkan tuntutan terhadap pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Muhammad Jumhur Hidayat atas perkara berita bohong alias hoaks sehingga menimbulkan keonaran terkait Undang-Undang Omnibus-Law Cipta Kerja.
Dalam tuntutannya jaksa turut membeberkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Sebagai informasi Jumhur dituntut tiga tahun hukuman penjara dalam perkara ini.
Pembacaan tuntutan itu digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/9/2021).
Jaksa menyebut hal yang memberatkan pihaknya menjatuhkan tuntutan terhadap Jumhur karena adanya kerusuhan yang terjadi pada 8 Oktober 2020 lalu.
Kerusuhan tersebut kata diyakini Jaksa merupakan imbas cuitan Jumhur di akun Twitter resminya.
"Hal memberatkan, perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan di dalam masyarakat, yang mengakibatkan kerusuhan pada tanggal 8 Oktober 2020," kata Jaksa dalam persidangan.
Tidak hanya itu, hal yang memberatkan jaksa menjatuhkan tuntutan ini lainnya karena Jumhur sama sekali tidak menyesali perbuatannya, serta pernah dijatuhi pidana penjara.
"Terdakwa tidak menyesali perbuatannya, terdakwa pernah dijatuhi pidana penjara," sambung JPU.
Sedangkan hal yang meringankan Jumhur dalam tuntutan tersebut adalah sikap sopan pimpinan KAMI itu selama persidangan berlangsung.
Dituntut 3 Tahun Penjara
Dalam tuntutannya jaksa menyatakan pimpinan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu secara sah dan bersalah menyebarkan berita bohong sehingga membuat keonaran melalui postingan media sosial twitternya.
"Terdakwa secara sah melakukan tindak pidana dengan menyiarkan berita bohong sehingga menciptakan keonaran di kalangan masyarakat,"kata jaksa dalam tuntutannya di ruang sidang, Kamis (23/9/2021).
Adapun tuntutan itu sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama primer.
Dengan begitu, Jaksa menuntut terdakwa Jumhur Hidayat dengan pidana penjara 3 tahun penjara dikurangi masa tahanannya.
"Menuntut supaya Majelis Hakim, menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Jumhur Hidayat selama 3 tahun dikurangi masa tahanan," tuntut Jaksa.
Jaksa juga menuntut agar terdakwa Jumhur Hidayat segera ditahan serta beberapa barang bukti diserahkan kembali kepada terdakwa.