Diduga dari Limbah Farmasi, Wagub DKI Bicara Soal Kandungan Paracetamol di Perairan Angke dan Ancol
Temuan konsentrasi tinggi paracetamol di Teluk Jakarta dikaitkan dengan limbah farmasi, Wagub DKI tegaskan sudah lakukan upaya antisipasi.
Editor: Theresia Felisiani
Menurut Yogi, selama ini Dinas LH Jakarta telah melakukan riset di Teluk Jakarta, yakni berupa pemantauan air laut sebanyak dua kali dalam satu tahun.
Namun, kata Yogi, pihaknya tak meneliti parameter atau kandungan paracetamol dalam air laut tersebut. Sebab, yang diteliti ialah kandungan umum saja.
"Kita nggak meneliti parameter itu sih, cuma parameter yang lain cuma mau check dulu nih apa aja parameter yang kita pantau dari laut Jakarta. Kalau parameter khusus paracetamol kita nggak khusus ke situ deh," katanya.
"Kita mah kandungan yang umum-umum aja, misalnya kadar BOD nya terus kadar logam beratnya, yang umum dipakai parameter untuk memantau kualitas air laut," tandasnya.
Penjelasan peneliti
Lakukan penelitian terhadap kandungan air laut di Teluk Jakarta, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Zainal Arifin buka suara.
Baru-baru ini, warganet via Twitter tengah membicarakan perihal konsentrasi tinggi paracetamol di laut.
Pasalnya, berdasarkan jurnal Science Direct pada Agustus 2021, ditemukan konsentrasi paracetamol tinggi pada air laut.
Peneliti dari Pusat Penelitian Oceanografi, Wulan Koagouw dan Zainal Arifin diketahui mengambil sejumlah sampel dari sejumlah laut di Indonesia.
Empat sampel yang diteliti dari Teluk Jakarta dan satu sampel lainnya diambil dari pantai utara Jawa Tengah, dan hasilnya ditemukan dua konsterasi tinggi paracetamol.
Pertama di Angke yakni 610 ng/L dan di Ancol yakni 420 ng/L.
Baca juga: Penodong yang Rampas HP dan Tusuk Sopir Taksi Online di Bekasi Ditangkap, Terancam 12 Tahun Penjara
Selain itu, penelitian tersebut juga sudah dipublikasi pada pertengah Juli lalu di lipi.go.id dengan judul High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia.
Zainal menjelaskan riset ini telah dilakukan pada tahun 2019.
"Jadi pada intinya itu kan risetnya tahun 2019-an akhir 2018 atau 2019 ya. Jadi risetnya sebelum covid. Itu riset sebenarnya kerja sama antara lab kami di P2O pusat penelitian oseanografi di BRIN dengan rekan di UK dan kebetulan Wulan ini salah satu leadnya yang melakukan riset. Saya dgn yg lain yang membimbing aja. Jadi riset itu adalah baseline," katanya kepada awak media, Jumat (1/10/2021).