Sidang Korupsi Tanah Munjul, Anies Baswedan Disebut Setuju Modali Dirut Sarana Jaya
Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut dalam surat dakwaan eks Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan di Pengadilan Tip
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut dalam surat dakwaan eks Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/10/2021).
Anies merestui penyertaan modal daerah (PMD) untuk Sarana Jaya sebesar Rp1,8 triliun untuk pembelian alat produksi baru, proyek hunian DP 0 rupiah, dan pembangunan Sentra Primer Tanah Abang.
"Bahwa terdakwa pada 2018 mengajukan usulan penyertaan modal kepada Gubernur DKI untuk ditampung atau dianggarkan pada APBD Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp1.803.750.000.000," kata jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan membacakan surat dakwaan.
Dengan persetujuan dari Anies itu, pada November 2018, Yoory menyampaikan kepada Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian bahwa Sarana Jaya akan memperoleh PMD yang digunakan dalam rangka pembelian tanah untuk melaksanakan program rumah DP 0 rupiah.
"Yang rencana berlokasi di wilayah Jakarta Timur dengan syarat luas di atas 2 hektar, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter, dan minimal row jalan sekitar 12 meter," kata dia.
Baca juga: Anies Baswedan Diperiksa KPK Selama 5 Jam soal Pengadaan Tanah di Munjul, Diberi 8 Pertanyaan
Jaksa menyatakan PT Adonara Propertindo merupakan perusahaan properti yang biasa membeli tanah dari masyarakat untuk dijual lagi kepada Sarana Jaya.
Singkatnya, PT Adonara Propertindo menemukan tanah yang berlokasi di daerah Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur dengan luas 41.921m2.
Tanah itu dimiliki Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB).
Sebelum proses transaksi terjadi, PT Adonara Propertindo juga menyiapkan kelengkapan administrasi karena akan dilakukan pembayaran, seperti proses negosiasi yang bersifat formalitas.
Namun, saat itu belum dilakukan penilaian oleh appraisal, maupun survei lokasi tanah.
Selanjutnya pada saat dilakukan survei, tidak dapat diketahui batas-batas tanah karena belum ada data atau dokumen pendukung kepemilikan yang diberikan pihak PT Adonara Propertindo kepada Sarana Jaya.
Selain itu, kata Jaksa, diketahui lokasi tanah berada di jalan kecil atau row jalan tidak sampai 12 meter.
Namun, Yoory tetap memerintahkan agar dilanjutkan proses pembelian.
"Hal ini melanggar ketentuan Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 mengenai operasional BUMD harus berdasarkan standar operasional prosedur," kata dia.
Jaksa melanjutkan untuk membayar pembelian tanah tersebut, Yoory berencana menggunakan dana PMD yang telah dianggarkan pada APBD Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2019.
Yoory pun mengirim surat kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemprov DKI perihal permohonan pencairan pemenuhan PMD sebesar Rp500 miliar.
Baca juga: KPK Bakal Dakwa Eks Dirut Sarana Jaya di Kasus Korupsi Tanah Munjul Hari Ini
BPKD Pemprov DKI Jakarta membalas dengan surat yang pada intinya hanya bisa mencairkan sebesar Rp350 miliar.
"Meskipun permohonan PMD tersebut belum dicairkan oleh BPKD Pemprov DKI Jakarta, akan tetapi terdakwa tetap memerintahkan dilakukan proses pembayaran atas tanah Munjul," kata dia.
Jaksa melanjutkan pada 10 Desember 2019, Sarana Jaya menerima pencairan PMD dari Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp350 miliar.
Dan pada 18 Desember 2019, Sarana Jaya kembali menerima pencairan PMD tahap kedua sebesar Rp450 miliar.
Dengan begitu, total Sarana Jaya mendapat PMD sebesar Rp800 miliar.
"PMD tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1684 tahun 2019 pada 9 Desember 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal Daerah Pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Tahun Anggaran 2019, yang salah satu peruntukannya adalah untuk proyek Hunian DP 0 Rupiah," kata dia.