Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Respons Anies Dapat Rapor Merah dari LBH Jakarta hingga Wagub DKI Pasang Badan

Gubernur DKI santai menanggapi Rapor Merah dari LBH Jakarta, dia menilai itu bermanfaat bahkan minta seluruh gubernur di Indonesia juga dievaluasi.

Penulis: Theresia Felisiani
zoom-in Respons Anies Dapat Rapor Merah dari LBH Jakarta hingga Wagub DKI Pasang Badan
Tribunnews.com/Lusius Genik
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Kantor PMI DKI Jakarta, Senin (14/6/2021). 

"Hal ini disebabkan oleh abainya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan," ujarnya di Balai Kota.

2. Sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi

Charlie mengatakan, permasalahan ini kerap ditemui pada warga yang tinggal di pinggiran ibu kota, wilayah padat penduduk, dan lingkungan masyarakat tidak mampu.

Selain aksesnya yang sulit, kualitas air di ibu kota juga dianggap buruk, sehingga tidak layak digunakan atau dikonsumsi masyarakat.

"Pasokan air yang kerap terhambat akibat kecilnya daya jangkau air, mutu/kualitas air yang buruk, dan memburuknya kualitas air tersebut tentu saja akan berakibat pada air yang tidak layak digunakan atau dikonsumsi oleh masyarakat," ujarnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau salah satu tempat pengolahan air.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau salah satu tempat pengolahan air. (Dok. Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik DKI Jakarta)

3. Penanganan banjir

Pemprov DKI dianggap belum bisa menangani masalah banjir sampai ke akarnya.

Berita Rekomendasi

Pasalnya, penanganan banjir selama ini hanya fokus pada aliran sungai di wilayah Jakarta dengan menghilangkan hambatan pada aliran sungai dari hulu ke hilir lewat betonisasi.

Padahal, ada beberapa tipe banjir, yaitu banjir karena hujan lokal, banjir kiriman hilu, banjir rob, banjir akibat gagal infrastruktur, dan banjir kombinasi.

"Pada beberapa Peraturan Kepala Daerah pun masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah di sekitar aliran sungai," tuturnya.

4. Penataan kota yang belum partisipatif

Penataan kota dengan pendekatan partisipasi warga atau Community Action Plan (CAP) merupakan bagian dari 23 janji kampanye Anies.

Salah satu contoh penerapannya ialah pembangunan Kampung Akuarium di wilayah pesisir utara Jakarta.

Namun, dalam penerapannya LBH Jakarta menilai penerapannya tidak seutuhnya memberikan kepastian hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga Kampung Akuarium.

5. Ketidakseriusan Pemprov DKI dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum

Hal ini disorot LBH lantaran tidak adanya aturan mengenai bantuan hukum pada level Peraturan Daerah (Perda) di DKI Jakarta.

"Kekosongan aturan inilah melahirkan berbagai dampak seperti lepasnya kewajiban pendanaan oleh Pemprov DKI Jakarta bagi bantuan hukum melalui APBD," ucapnya.

"Serta penyempitan akses bantuan hukum bagi masyarakat miskin, tertindas dan buta hukum," tambahnya menjelaskan.

Baca juga: Wagub DKI Tanggapi Sindiran PDI Perjuangan Terhadap Anies Soal Penanganan Banjir

6. Sulitnya memiliki tempat tinggal di Jakarta

Program rumah DP 0 Rupiah yang digadang-gadang sejak masa kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 lalu menjadi sorotan LBH.

Pasalnya, Anies sempat menargetkan bakal membangun 232.214 unit rumah DP 0 Rupiah bagi warganya.

Kemudian, target itu mendadak direvisi Gubernur Anies Baswedan menjadi hanya 10 ribu unit.

Ketentuan soal pembelian rumah DP 0 Rupiah ini pun diubah dari awalnya dikhususkan bagi warga berpenghasilan Rp4 juta sampai Rp7 juta, menjadi Rp14 juta.

"Perubahan kebijakan yang cukup signifikan itu telah menunjukan ketidakseriusan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memenuhi janji politiknya semasa kampanye," ujarnya.

7. Belum ada intervensi signifikan terkait permasalahan warga di pesisir dan pulau kecil

LBH Jakarta menilai, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dibandingkan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.

Pasalnya, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil harus berhadapan dengan ancaman terhadap kelestarian ekosistem dan konflik agraria.

Alih-alih menetapkan kebijakan yang menempatkan warga pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai aktor utama, draf Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) DKI Jakarta yang disusun Pemprov dinilai justru berpotensi mengakselerasi kerusakan ekosistem dan perampasan ruang hidup dan penghidupan masyarakat.

8. Penanganan pandemi yang masih setengah hati

Capaian 3T (testing, tracing, dan treatment) yang dilakukan Pemprov DKI di masa krisis dinilai LBH Jakarta sangat rendah.

Padahal, DKI Jakarta merupakan episentrum nasional penyebaran Covid-19.

"Pelaksanaan vaksinasi untuk kelompok prioritas juga lambat, dan justru ditemukan banyak penyelewengan booster vaksin untuk pihak tidak berhak," tuturnya.

Pemprov DKI juga dianggap gegabah lantaran melakukan pelonggaran dengan membuka mal pada Agustus 2021 dan membuka mengizinkan anak di bawah 12 tahun melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).

Padahal kala itu positivity rate Covid-19 masih berada di atas lima persen.

"Hal ini diperburuk dengan buruknya kinerja pengawasan Pemprov DKI di sektor pengawasan fasilitas kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan terbukti dengan banyaknya pengaduan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti," kata Charlie.

"Di situasi kedaruratan kesehatan ini, Pemprov DKI belum memprioritaskan aspek kesehatan masyarakat ketimbang pertumbuhan ekonomi," sambungnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengunjungi pemakaman khusus Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengunjungi pemakaman khusus Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. (Dok. Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistika DKI Jakarta)

9. Penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta

LBH Jakarta menilai, penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta.

Sebab, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 207 Tahun 2016 yang dibuat Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok masih dipertahankan Anies.

Adapun aturan itu berisi tentang penertiban pemakaian atau penguasaan tanah izin.

Aturan itu sebelumnya kerap dijadikan landasan hukum bagi Ahok dalam melakukan penggusuran.

"Ironisnya, perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM," ucapnya.

Charlie menyebut, Pergub itu kini masih digunakan Anies untuk melakukan penggusuran paksa terhadap warga di Menteng Dalam, Pancoran Buntu II, Kebun Sayur, Kapuk Poglar, Rawa Pule, Guji Baru, dan Gang Lengkong Cilincing.

10. Reklamasi

Gubernur Anies Baswedan dinilai tidak konsisten dengan janji kampanye lantaran masih ada indikasi reklamasi tetap dilanjutkan.

Indikasi ini muncul setelah Anies menerbitkan Pergub Nomor 58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

"Pergub ini menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai 'perusahaan mitra'," tuturnya.

Problem lain muncul ketika pencabutan izin 13 pulau reklamasi dilakukan secara tidak cermat dan segera.

Baca juga: Tujuh Bulan Lagi Jakarta Jadi Tuan Rumah Formula E, Lokasinya Masih Jadi Tanda Tanya

Pemprov DKI Jakarta tidak memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk mencabut izin pelaksanaan reklamasi bagi perusahaan-perusahaan.

Selain itu pencabutan tanpa didahului transparansi dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Ketiadaan kajian tersebut terlihat kompromistis karena Anies tetap melanjutkan 3 pulau lainnya.

Alhasil, gelombang gugatan balik dari pengembang pun terjadi. Pemprov DKI Jakarta menang di tingkat Mahkamah Agung untuk gugatan Pulau H, namun kalah di gugatan lain seperti Pulau F dan Pulau G.

"Ketidakcermatan Pemprov dalam pencabutan izin tentunya mengancam masa depan penghentian reklamasi dan menjadikan pencabutan izin reklamasi sebagai gimmick belaka," kata dia. (tribun network/thf/TribunJakarta.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas