Besok, PN Jakarta Selatan Gelar Sidang Lanjutan Perkara Unlawful Killing Menewaskan 6 Laskar FPI
PN Jakarta Selatan akan menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan menewaskan 6 eks anggota Laskar FPI, Selasa (26/10/2021) esok
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing yang menewaskan 6 eks anggota Laskar FPI, Selasa (26/10/2021) esok.
Humas PN Jakarta Selatan Haruno mengatakan, sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
"Selasa 26 Oktober 2021, agenda sidang untuk mendengarkan keterangan saksi," kaya Haruno saat dikonfirmasi wartawan, Senin (25/10/2021).
Adapun terkait waktu persidangan itu kata Haruno akan digelar sekitar pukul 11.40 WIB.
Baca juga: Dalam Sidang, Jaksa Sebut 2 Terdakwa Abai SOP Karena Tak Borgol 4 Laskar FPI Saat Lakukan Pengamanan
Sebelumnya, Terdakwa kasus pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing yang menewaskan 6 anggota eks Laskar Front Pembela Islam (FPI), Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella putuskan tak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal itu disampaikan oleh tim kuasa hukum kedua terdakwa Henry Yosodiningrat dalam sidang perdana yang berlangsung di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (18/10/2021) hari ini.
Henry mengatakan, dakwaan yang dibacakan oleh jaksa dalam sidang telah disusun secara lengkap dan cermat.
Baca juga: Jaksa Akan Hadirkan Saksi dalam Sidang Lanjutan Kasus Tewasnya 6 Eks Laskar FPI Pekan Depan
Bahkan kata dia, jaksa telah membacakan dakwaan yang bisa dijadikan dasar bagi majelis hakim nantinya untuk memeriksa dan memutuskan perkara ini.
"Oleh karenanya, secara tegas kami nyatakan jika tim penasihat hukum terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau keberatan," kata Henry dalam persidangan.
Dalam sidang perdana itu, Henry turut menyampaikan catatan penting yang kemudian membuat peristiwa itu terjadi.
Dirinya memfokuskan upaya eks Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab (MRS) yang tak penuhi panggilan penyelidik Polda Metro Jaya dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan yang menjeratnya.
Selang beberapa hari dari panggilan tersebut, Polda Metro Jaya kata Henry mendapat informasi akan adanya massa pendukung Rizieq yang melakukan aksi 'putihkan' dan menggeruduk Mapolda Metro Jaya pada 7 Desember 2020 untuk melakukan tindakan anarkis.
Penjelasan itu diutarakan Henry, merujuk pada surat dakwaan yang dilayangkan jaksa dalam persidangan.
"Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh rekan Penuntut Umum dalam surat dakwaannya," sambung Henry.
Mendapati informasi tersebut, terdakwa Fikri Ramadhan dan terdakwa M. Yusmin Ohorella serta serta terdakwa Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) mendapat perintah penugasan untuk melakukan pemantauan.
Hal itu dilakukan dengan langkah atau upaya tertutup, guna mengantisipasi adanya tindakan pengepungan di Polda Metro Jaya.
"Dalam rangka mengantisipasi gerakan anggota FPI yang mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, para putra-putra terbaik bangsa (para terdakwa) melaksanakan tugas itu berdasarkan Surat Tugas dari pejabat yang berwenang," tegas Henry.
Atas insiden ini, Henry mengatakan kepada Majelis Hakim dan jaksa sangat menyesali terjadinya perbuatan yang menewaskan enam Laskar FPI tersebut.
Kata dia, jika Rizieq Shihab bersikap kooperatif untuk memenuhi panggilan dari Polda Metro Jaya, tentunya peristiwa penembakan tersebut tidak akan terjadi.
Dirinya juga menyayangkan, upaya dari empat anggota eks Laskar FPI yang mencoba untuk merebut senjata api yang dimiliki kliennya saat perjalanan menuju Polda Metro Jaya dari KM 50, Tol Cikampek.
"Kalau saja MRS bersifat kooperatif dalam rangka memenuhi panggilan dari Penyidik Polda Metro Jaya sebagai saksi atas kasus protokol Kesehatan, dan tidak memprovokasi pengikutnya untuk mengepung dan memutihkan Polda Metro Jaya dengan melakukan Tindakan Anarkis"
"Dan kalau saja anggota Laskar FPI tidak mencekik dan memukul serta tidak merebut senjata terdakwa Fikri Ramadhan,
dapat dipastikan bahwa peristiwa ini tidak terjadi," tukasnya.
Diketahui, dalam perkara ini para terdakwa didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain," kata jaksa dalam persidangan Senin (18/10/2021).
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.