Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kontroversi Nama Jalan Attaturk, Begini Respons Menteri, Anggota DPR, Yusril dan Haji Lulung

Level menteri, anggota DPR, MUI, hingga Yusril Ihza Mahendra dan Haji Lulung ikut angkat bicara tanggapi kontroversi nama jalan Attaturk.

Penulis: Theresia Felisiani
zoom-in Kontroversi Nama Jalan Attaturk, Begini Respons Menteri, Anggota DPR, Yusril dan Haji Lulung
ataa.org
Presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Attaturk. 

Rencana pemerintah Indonesia memberi nama jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat dengan nama Presiden Turki pertama, Mustafa Kemal Ataturk menuai pro kontra di masyarakat.

Sebagian pihak setuju, sebagian tidak. Ketidaksetujuan mereka lantaran Ataturk dinilai punya rekam sejarah yang buruk bagi umat muslim.

Adapun penamaan jalan ini adalah kerja sama kedua negara, di mana pemerintah Turki telah lebih dulu menggunakan nama Presiden RI pertama, Soekarno sebagai nama jalan di Turki.

Sebaliknya, Turki mengusulkan nama Ataturk untuk nama jalan di Jakarta.

Baca juga: Wakil Wali Kota Jakpus Buka Suara Rencana Kawasan Menteng Jadi Lokasi Nama Jalan Tokoh Turki

Akademisi di bidang hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan di masa mendatang sebaiknya pemerintah tak lagi meminta negara lain menamakan jalan di negaranya dengan tokoh Indonesia.

"Ke depan sebaiknya kita tidak usah lagi minta negara lain memberi nama jalan dengan tokoh-tokoh bangsa kita," kata Yusril dikutip dari akun instagram pribadinya @yusrilihzamhd, Jumat (22/10/2021).

Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara ini, permintaan nama itu bisa jadi bumerang bagi Indonesia.

Berita Rekomendasi

Sebab bisa saja negara yang meminta timbal balik tersebut, mengusulkan nama tokohnya yang kontroversial atau bertolak belakang dengan ideologi bangsa Indonesia.

"Sebab, jika mereka juga minta nama tokoh mereka dijadikan nama jalan di Jakarta, kita bisa pusing sendiri," tutur Yusril.

Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Sebaiknya kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini, kondisi yang bisa diciptakan ialah dengan inisiatif sendiri Indonesia memberi nama jalan dengan tokoh negara lain.

Seperti yang dilakukan pada Jalan Patrice Lumumba, yakni jalan penghubung antara Gunung Sahari dengan Bandara Kemayoran di zaman dulu.

Namun jalan tersebut telah berganti nama lagi menjadi Jalan Angkasa.

"Di masa lalu, kita pernah dengan inisiatif sendiri memberi nama jalan dengan tokoh negara lain. Ambil contoh Jalan Patrice Lumumba misalnya yang terletak antara Jalan Gunung Sahari dengan Bandara Kemayoran zaman dulu. Lumumba adalah pemimpin Republik Congo di Afrika. Dia dikudeta dan oleh lawan-lawannya dan dituduh Komunis," terang Yusril.

Bamus Betawi Haramkan Mustafa Kemal Attaturk Jadi Nama Jalan di Tanah Jakarta Manapun

Abraham Lunggana alias Haji Lulung selaku Ketua Umum Bamus Betawi menentang keras rencana penamaan jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat mengunakan nama Presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Attaturk.

Bahkan kata Lulung, suku Betawi mengharamkan nama Mustafa Kemal Attaturk terpampang di tanah Jakarta manapun.

"Haram hukumnya di tanah Betawi ada nama Jalan Mustafa Kemal Attaturk," kata Lulung dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).

Baca juga: Gempa Berkekuatan M 6,0 Guncang Yunani, Getaran Terasa Sampai Turki dan Mesir

Mantan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini menyebut sikap penolakan Bamus Betawi dilatarbelakangi pertimbangan reputasi Attaturk yang merupakan tokoh Turki kontroversial.

Ataturk bahkan dikenal dunia sebagai sosok yang Islamofobia.

"Dia adalah seorang tokoh sekuler yang kejam dan benci Islam. Sehingga tidak layak namanya di jadikan nama jalan di tanah yang mayoritas penduduknya beragama Islam," ungkapnya.

Atas hal tersebut Lulung meminta pemerintah tidak sembarangan memberi nama jalan di Jakarta, sebelum meninjau atau mengevaluasi seluruh aspek sejarah dan geografisnya.

Bila nama Ataturk dipaksakan dipakai, Ketua DPW PPP DKI Jakarta ini mengatakan upaya tersebut justru akan mencederai perasaan umat Islam Indonesia, khususnya umat Islam Betawi yang merupakan suku asli Jakarta.

Lebih lanjut, Lulung sejatinya mengapresiasi ide pemerintah Indonesia dan Turki yang saling memberi nama jalan guna penguatan hubungan bilateral.

Namun ia meminta pemerintah melihat realitas yang terjadi di masyarakat, di mana banyak penolakan dan protes terhadap nama Atatturk.

Baca juga: Polisi Bekuk Pelaku Penghina Suku Betawi, Haji Lulung Harap Bisa Redam Situasi yang Sempat Memanas

Dalam waktu dekat, pihaknya akan secara resmi berkirim surat ke Kedutaan Besar Turki di Indonesia atas penolakan nama Attaturk.

"Selanjutnya kami akan mengirim surat resmi tentang keberatan kami keluarga besar Bamus Betawi agar sebaiknya usulan Attaturk diganti dengan nama lain saja," imbuh Lulung.

Eks Anggota DPR RI ini pun mengusulkan nama alternatif lain yakni 'Jalan Turki Utsmani'.

"Saya kira, kenapa tidak Turki Utsmani saja, kan banyak juga nama tempat atau daerah yang dijadikan nama jalan di Jakarta. Sebagai simbol peradaban Islam terakhir di dunia, penamaan Turki Utsmani akan menjadi doa dan Inspirasi bagi generasi ke depan," pungkasnya.

Polemik Jalan Mustafa Kemal Attaturk, MUI Usul Ganti Nama Tokoh Turki Lain

Pemerintah Turki diketahui menganugerahkan nama jalan di depan kantor Kedutaan Besar RI Ankara yang baru dengan nama Jalan Ahmet Soekarno.

Atas dasar prinsip resiprokal (saling berbalas), pemerintah Indonesia juga akan menganugerahkan nama jalan di kawasan DKI Jakarta.

KBRI Ankara pun mengajukan pemberian nama jalan dengan nama tokoh besar Turki, yakni Mustafa Kemal Attaturk.

Namun, nama Mustafa Kemal Atatturk ini menuai kontroversi di masyarakat, karena disebut-disebut merupakan tokoh sekuler.

Terkait polemik wacana nama jalan itu, sejumlah pihak pun angkat suara, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Mereka pun mengusulkan pemerintah menggunakan nama tokoh Turki yang lain untuk jalan tersebut.

Baca juga: MUI Kembali Imbau Masyarakat Ikuti Anjuran Pengendalian Covid-19

Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan menolak pemberian nama jalan Mustafa Kemal Attaturk.

Menurut dia, Mustafa Kemal Attaturk adalah tokoh yang erat dengan paham sekularisme.

Atas alasan tersebut, pihaknya mengusulkan nama tokoh besar Turki lainnya, yakni Muhammad al Fatih atau Sultan Mehmed II.

"Karena itu saya ingin menegaskan daripada lebih banyak menimbulkan pro kontra, saya mengusulkan nama Kemal Attaturk ini diganti dengan nama lain yang lebih bagus yaitu Muhammad Al Fatih atau Sultan Mehmed II."

"Karena ini nama seorang tokoh yang sangat legendaris yaitu penaklukan Konstantinopel," jelas Amirsyah, diktutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (18/10/2021).

Amirsyah menambahkan, nama Muhammad al Fatih dinilai sebanding dengan tokoh Soekarno menjadi nama jalan yang ada di Turki.

Mengingat Soekarno sendiri sangat berjasa sebagai tokoh proklamator Indonesia yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

"Oleh karena itu, dua nama hemat saya adalah equal dibanding dengam Mustafa Kemal Attaturk seorang tokoh yang banyak menimbulkan upaya sekularisasi di Turki," imbuh dia.

Baca juga: MUI Minta Pemerintah Tindak Tegas Perusahaan Pinjaman Online Ilegal

Lanjutnya, pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan usulan nama dari MUI.

Ia juga mengingatkan pemerintah untuk mengambil perhatian dari polemik nama jalan Mustafa Kemal Attaturk ini.

"Indonesia sebagai negara yang menghargai jasa pahalwan, karena itu harus mencari nama-nama sesuai dengan usulan dan aspirasi yang berkembang," jelas dia.

Profil Mustafa Kemal Attaturk, Tokoh Turki yang akan Dijadikan Nama Jalan di Jakarta, Tuai Polemik

Dikutip dari BBC, Mustafa Kemal Attaturk lahir pada 1881 di Salonika, sekarang bernama Thessaloniki, yang kala itu merupakan bagian Kekaisaran Ottoman.

Ayahnya adalah seorang pejabat kecil yang kemudian beralih profesi menjadi pedagang kayu.

Saat berusia 12 tahun, Attaturk dikirim ke sekolah militer.

Lalu, ia melanjutkan ke akademi militer di Istanbul, Turki dan lulus pada 1905.

Mustafa Kemal Atartuk
Mustafa Kemal Attartuk (Tribun-Timur.com)

Mengutip biography.com, Attaturk bergabung dengan Revolusi Turki Muda di tahun 1908, di mana mereka berhasil menggulingkan Sultan Abdulhamid II.

Dalam kurun waktu 1909-1918, ia memegang sejumlah pos tentara Utsmaniyah.

Attaturk pernah bertugas melawan Italia di Libya pada tahun 1911.

Kemudian, ia juga berkontribusi di Perang Balkan selama satu tahun, 1912-1913.

Namanya semakin dikenal setelah berhasil memukul mundur invasi sekutu di Dardanelles pada 1915.

Setelah itu, Attaturk mendapat promosi berulang kali sampai Gencatan Senjata Mudros mengakhiri peperangan di tahun 1918.

Pada Mei 1919, Attaturk memulai revolusi nasionalis di Anatolia.

Ia mengorganisir perlawanan terhadap penyelesaian damai yang diberlakukan di Turki oleh sekutu yang menang.

Apa yang dilakukan Attaturk berfokus melawan upaya Yunani untuk merebut Smirna dan daerah pedalamannya.

Kemenangan Attaturk atas Yunani memungkinkan dirinya mengamankan revisi penyelesaian damai lewat Perjanjian Lausanne.

Perjanjian itu ditandatangani pada 29 Oktober 1923 sebelum Republik Turki berdiri dan Attaturk menjadi presiden pertama negara itu.

Presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Attaturk.
Presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Attaturk. (ataa.org)

Nama Attaturk sendiri sebenarnya bukanlah nama aslinya.

Ia mendapat nama tersebut setelah nama keluarga diperkenalkan di Turki pada 1935.

Kala itu, ia diberi nama Attaturk yang berarti Bapak Turki.

Selama menjadi presiden, ia membuat program reformasi sosial dan politik revolusioner untuk memodernisasi Turki.

Reformasi itu termasuk emansipasi wanita, penghapusan semua institusi Islam, dan pengenalan hukum Barat, pakaian, kalender, serta alfabet, yang menggantikan tulisan Arab dengan Latin.

Attaturk diketahui juga menghapus undang-undang cadar perempuan dan memberi wanita hak untuk memilih.

Upayanya memajukan negara tentu saja tidak berjalan mulus

Ia dituduh merusak tradisi budaya yang penting saat menerapkan kebihakan tentang sekularisme negara.

Attaturk meninggal pada 10 November 1938 di usia 57 tahun karena sirosis hati. (tribun network/thf/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas