Keluarga Korban Lapas Kelas I Tangerang Datangi Komnas HAM, Pendamping Beberkan 7 Temuan
Keluarga korban kebakaran Lapas Kelas I Tangerang mendatangi Kantor Komnas HAM RI di Jakarta Pusat pada Kamis (28/10/2021).
Penulis: Gita Irawan
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Di peti-peti jenazah tersebut, kata dia, sudah tertulis nama masing-masing korban yang ditulis dan ditempelkan di atas kertas.
"Menurut mereka ini sangat tidak layak untuk dijadikan peti karena hanya berbahan triplek mereka yang kemudian dicat putih. Bahkan ada salah satu keluarga korban yang membeli sendiri petinya agar keluarga mereka bisa ditempatkan di dalam peti yang layak," kata dia.
Keempat, ada indikasi intimidasi saat penandatangan dokumen administrasi dan pengambilan jenazah korban.
Kondisi tempat penandatanganan yang sempit dan dikerumuni banyak orang, kata dia, membuat keluarga korban menjadi tergesa-gesa dan tidak mengetahui dokumen apa yang mereka tandatangani tersebut meskipun ada keluarga yang sempat memfoto dokumen tersebut.
"Atas dasar itu kami melihat adanya upaya intimidasi pada saat proses penandatanganan penyerahan jenazah," kata dia.
Kelima, kata dia, terdapat adanya upaya pembungkaman agar keluarga korban tidak menuntut pihak manapun atas peristiwa kebakaran Lapas Tangerang.
Klausul yang menyatakan agar keluarga korban tidak menuntut Lapas Tangerang atau pihak manapun atas peristiwa kebakaran itu baru diketahui setelah dokumen tesebut ditandatangani.
Itupun berdasarkan foto yang diambil oleh salah satu keluarga korban.
Keenam, kata dia, tidak ada pendampingan psikologis yang berkelanjutan kepada keluarga korban setelah penyerahan jenazah korban.
Padahal, kata dia, ada keluarga korban yang trauma atas kejadian tersebut.
"Ada keluarga korban yang bahkan mendengar kata 'bakar' atau melihat hal-hal yang sifatnya 'bakar' atau misalkan melihat makanan yang kita tahu itu salah satu jenisnya dibakar itu bahkan sudah tidak kuat," kata dia.
Ketujuh, pemberian uang Rp30 juta oleh pemerintah sama sekali tidak membantu keluarga korban.
Alih-alih sebagai bentuk tali kasih atau uang bantuan, kata dia, akan tetapi uang tersebut hanya habis untuk keperluan penghiburan atau pendoaan keluarga korban saja.
"Bahkan sebagai perbandingan, kalau kita lihat dalam korban kecelakaan lalu lintas itu uang santunan yang diberikan bahkan sampai Rp 50 juta. Di sini rata-rata yang memberikan kuasanya kepada kami itu mendapatkan Rp 30 juta," kata dia.