KPK Usut Dugaan Korupsi Formula E, Begini Respons Wagub DKI, PSI dan MAKI
Wagub DKI hingga Fransi PSI DPRD DKI memberi respons terkait langkah KPK yang mulai mengusut dugaan korupsi Formula E.
Penulis: Theresia Felisiani
PSI Apresiasi KPK yang Selidiki Rencana Ajang Balap Formula E, Sebut Banyak Kejanggalan
Legislator DKI Jakarta mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyelidiki rencana ajang balap Formula E pada Juni 2022 mendatang.
Sebelumnya, KPK memanggil Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta Achmad Firdaus pada Selasa (2/11/2021) lalu.
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo meminta kepada semua pihak agar membuka data dan fakta dengan transparan.
Dia menyebut, ada hal-hal yang sampai sekarang belum dijelaskan dan terkesan ditutupi oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Misalnya kami tidak tahu apakah commitment fee dibayarkan ke pihak yang benar, yaitu FEO (Formula E Operations) di Inggris, atau jangan-jangan dibayar ke pihak lain,” kata Anggara pada Kamis (4/11/2021).
Menurutnya, penyelidikan oleh KPK justru semakin membuktikan bahwa hak interpelasi Formula E memang mendesak untuk dilakukan.
Sayangnya, 73 anggota DPRD DKI Jakarta dari tujuh fraksi menilai memakai hak interpelasi, sehingga hanya 33 anggota dewan dari dua fraksi saja yang mendukung interpelasi.
Di sisi lain, Anggara juga mempertanyakan soal pembayaran biaya komitmen Formula E.
Sebagai legislator daerah, DPRD memiliki tiga fungsi yaitu pengawasan, anggaran dan legislasi.
“Sampai saat ini kami di DPRD belum pernah mendapatkan bukti transfer pembayaran commitment fee,” ujar Anggara dari Fraksi PSI.
Menurutnya, sebelum duduk di Parlemen Kebon Sirih, Fraksi PSI menolak kegiatan Formula E di DKI Jakarta.
Alasannya karena kegiatan ini dianggap menyedot anggaran besar, namun tidak memberikan manfaat yang signifikan untuk rakyat Jakarta.
“Seiring berjalannya waktu, ternyata ada beberapa kejanggalan. Contohnya, BPK menemukan bahwa studi kelayakan Formula E tidak memasukkan biaya commitment fee ke dalam perhitungan untung-rugi. Akibatnya Pemprov DKI harus merevisi dokumen studi kelayakan tersebut,” jelas Anggara.