Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kualitas Udara Jakarta Disebut Terburuk di Dunia, PSI Sentil Anies Baswedan: Lupa Masalah Utama

Anggota DPRD dari Fraksi PSI mengkritik Gubernur Anies Baswedan setelah kualitas udara Jakarta menjadi salah satu yang terburuk di dunia menurut AQI.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Kualitas Udara Jakarta Disebut Terburuk di Dunia, PSI Sentil Anies Baswedan: Lupa Masalah Utama
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
FOTO DOK./ Polusi udara terlihat di langit Jakarta, Senin (3/9/2018) silam. Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Justin Adrian Untayana, menyentil Gubernur Anies Baswedan setelah Jakarta disebut memiliki kualitas udara terburk di dunia. 

TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Justin Adrian Untayana, menyentil Gubernur Anies Baswedan perihal kualitas udara Ibu Kota yang disebut terburuk di dunia.

Justin menilai Anies Baswedan lupa akan masalah utama DKI Jakarta, salah satunya polusi udara.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu pun menyayangkan permasalahan sama kembali terulang.

"Gubernur kita sepertinya lupa terhadap masalah-masalah utama Jakarta seperti polusi, kemacetan, banjir, air bersih, dan lain sebagainya, sehingga selama ini seolah cuma asyik bikin jalur sepeda, warna cat genteng, atau balap-balapan saja," ungkap Justin kepada Tribunnews, Senin (20/6/2022).

Menurut Justin, kejadian polusi udara terburuk ini seperti sudah menjadi agenda tahunan.

Pemprov DKI Jakarta dinilai Justin terkesan tidak serius mengatasi permasalahan tersebut.

Justin Adrian Untayana, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI. Justin menilai Gubernur Anies Baswedan melupakan permasalah utama Ibu Kota, seperti kualitas udara, yang disebut menjadi yang terburuk di dunia.
Justin Adrian Untayana, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI. Justin menilai Gubernur Anies Baswedan melupakan permasalah utama Ibu Kota, seperti kualitas udara, yang disebut menjadi yang terburuk di dunia. (TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina)

Baca juga: Jakarta Kembali Jadi Nomor 1 dengan Kualitas Udara Terburuk di Dunia Pagi Ini

Diwartakan Tribunnews sebelumnya, kualitas udara di DKI Jakarta kembali jadi yang terburuk di dunia pada pagi hari ini, Senin (20/6/2022).

Berita Rekomendasi

Informasi ini diperoleh dari indeks kualitas udara (Air Quality Index / AQI).

Hingga pukul 09.00 WIB, tercatat indeks kualitas udara Jakarta berada di angka 173 atau masuk kategori tidak sehat.

Konsentrasi PM 2.5 di udara Jakarta berada di angka 98,8 µg/m³ dan PM 10 sebesar 11,9 µg/m³.

Nilai PM 2.5 atau partikel udara berukuran lebih kecil dari 2,5 mikronmeter ini 19,8 kali lebih tinggi dibandingkan standar organisasi kesehatan dunia (WHO).

Baca juga: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok, Selasa 21 Juni 2022: Jakarta Selatan Berpotensi Hujan Disertai Petir

Sementara saat berita ini diturunkan, kualitas udara di Jakarta menjadi terburuk keempat di dunia dengan nilai 122.

Jakarta berada di bawah Dubai (Uni Emirat Arab, 167), Kuwait City (Kuwait, 161), dan Santiago (Cile, 157).

Update kualitas udara terburuk di dunia, Senin (20/6/2022) pukul 17.58)
Update kualitas udara terburuk di dunia, Senin (20/6/2022) pukul 17.58) (AQI Air)

Desak Perbanyak Uji Emisi Gratis

Lebih lanjut, Justin mengusulkan Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk segera memperbanyak uji emisi gratis untuk kendaraan di Jakarta atau kendaraan dari daerah Bodetabek yang masuk ke Jakarta.

Justin mengungkapkan, berdasarkan data BPS Tahun 2021, ada sekitar hampir 20 juta kendaraan yang ada di Jakarta.

"Angka ini sangat besar sebagai salah satu penyumbang emisi di Jakarta."

"Kita harus tegas, semua kendaraan yang menghasilkan polusi atau gas buang di luar ambang batas tidak semestinya dibiarkan," ungkapnya.

Baca juga: Minimalisir Dampak Perubahan Iklim, Upbit Indonesia Dorong Jejak Nol Emisi Karbon

Selain itu, Justin juga meminta untuk DLH melakukan pengecekan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari semua pabrik dan tempat usaha yang menghasilkan polusi udara di Jakarta.

"Termasuk melakukan penindakan untuk pelaku usaha yang menghasilkan polutan diluar batas aman. Jika perlu juga bekerja sama dengan daerah penyangga, karena polusi udara tidak memiliki batasan wilayah," ujarnya.

"Jangan sampai masa depan generasi penerus Jakarta terkena penyakit saluran pernapasan, akibat ketidakmampuan Pemprov DKI Jakarta mengatasi permasalahan polusi udara ini," pungkasnya.

Tanggapan Menteri Lingkungan Hidup

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2022). Menteri Siti Nurbaya Bakar beserta rombongannya mendatangi KPK dalam rangka mengikuti kegiatan penguatan antikorupsi bagi penyelenggara negara berintegritas (PAKU) Integritas.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2022). Menteri Siti Nurbaya Bakar beserta rombongannya mendatangi KPK dalam rangka mengikuti kegiatan penguatan antikorupsi bagi penyelenggara negara berintegritas (PAKU) Integritas. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sementara itu Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LHK) Siti Nurbaya Bakar menanggapi persoalan kualitas udara di Ibu Kota DKI Jakarta yang beberapa kali disebut jadi yang terburuk di dunia.

Diberitakan Kompas TV, Siti menyebut yang terpenting adalah menindaklanjuti hasil analisis soal kualitas udara tersebut. 

"Itu kan hasil monitoring analisis pakai metode tertentu dari swasta, ada istrumen yang dia pakai, saya tidak bermaksud membela diri tetapi kita lihat dari metode yang biasa dipakai," ujar Siti di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (20/6/2022).

Menurut dia, ada perbedaan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas udara di masing-masing lembaga.

Termasuk KLHK Jakarta yang menurutnya memiliki metode dan analisis yang lain.

Hasilnya pun menunjukkan kualitas udara Jakarta bukan yang terburuk di dunia.

"Nanti saya kasih data analisisnya. Bahwa pada saat yang sama, DKI bukan yang sekian itu, nomor 44."

"Jadi sebetulnya buat saya itu hanya ukuran dan indikator. Dan kita paling penting adalah kita lihat metodenya apa sih yang dipakai. Selain itu apa tindaklanjutnya. Itu yang paling penting," tambahnya.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Dionisius Arya BS)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas