Massa Selamatkan Pulau Pari Geruduk PN Jakut Kawal Sidang Tuntutan Ganti Rugi
Massa yang tergabung dalam kelompok Selamatkan Pulau Pari menggelar aksi tepat di depan gerbang masuk Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Senin
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Massa yang tergabung dalam kelompok Selamatkan Pulau Pari menggelar aksi tepat di depan gerbang masuk Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Senin (22/8/2022).
Aksi mereka hari ini dalam rangka mengawal sidang putusan praperadilan tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh beberapa warga Pulau Pari usai Pengadilan Tinggi Jakarta memutus bebas tiga nelayan dari dakwaan pemerasan berupa pungutan liar (pungli) masuk Pantai Pasir Perawan.
Para nelayan Pulau Pari tersebut diputus tidak terbukti sebagaimana dakwaan. Bahkan Mahkamah Agung (MA) menguatkan putusan PT Jakarta usia menggagalkan kasasi dari jaksa.
Atas hal ini, mereka menggugat ganti rugi materiel dan nonmateriel, lantaran harus di bui selama 6 bulan untuk dakwaan yang tak terbukti.
Dalam aksi hari ini, massa melengkapi diri dengan atribut topi camping, poster pesan, hingga menyanyikan sejumlah lagu. Aksi ini didampingi LSM, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta.
Orator aksi di lokasi menyampaikan kejadian yang menimpa korban harus jadi cermin bagi aparat penegak hukum untuk tidak asal menuduh.
Baca juga: Cegah Erosi, Pulau Pari Kepulauan Seribu Ditanami 2.100 Bibit Pohon Bakau
“Mereka harus berkaca bercermin dengan kejadian ini, bukan cuma masyarakat Pulau Pari, masih banyak masyarakat di Indonesia yang diperlakukan sama,” kata orator di lokasi, Senin.
Mereka menyatakan bahwa akan mengawal jalannya proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini dan melihat apakah hakim berpihak pada rakyat atau tidak.
“Maka dari itu kita di sini mengawal bagaimana putusan, apakah berpihak atau tidak,” ungkapnya.
Sebagai informasi, kriminalisasi yang dialami warga Pulau Pari tersebut berawal saat Mustaghfirin alias Bobby, Mastono alias Baok, dan Bahrudin alias Edo ditangkap pada Maret 2017 oleh anggota Kepolisian Resor Kepulauan Seribu.
Mereka dituduh menarik pungli uang masuk Pantai Perawan sebesar Rp5.000 per orang jika tanpa melalui agen, dan Rp3.500 per orang jika lewat agen.
Ketua RT 001 Kelurahan Pulau Pari Edi Mulyono dikutip dari Kompas.id (5/6/2017), mengatakan warga di sana memang memungut dana dari wisatawan, namun itu sumbangan pengelolaan wisata Pantai Perawan yang kemudian dikembalikan lagi kepada para wisatawan dalam bentuk fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Sementara itu, penegak hukum tetap memproses mereka dengan dakwaan pemerasan dengan kekerasan, seperti diatur dalam Pasal 368 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Setelah ditahan selama enam bulan, mereka kemudian diputus tidak bersalah oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Walhi Jakarta menduga, kriminalisasi terhadap warga tersebut tidak terlepas dari konflik perampasan lahan oleh korporasi di Pulau Pari. Konflik lahan antara warga dan korporasi juga terjadi sekitar tahun 2017.