Sempat Alami Aksi Kekerasan, Umat Budha Masih Trauma Jalani Ibadah di Vihara Tien En Tang Jakbar
Umat budha di Vihara Tien En Tang, Green Garden mengalami trauma setelah mendapat aksi kekerasan hingga perampasan aset saat tengah menjalani ibadah.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Umat budha di Vihara Tien En Tang, Green Garden, Jakarta Barat mengalami trauma setelah mendapat aksi kekerasan hingga perampasan aset saat tengah menjalani ibadah.
Kuasa hukum Yayasan Metta Karuna Maitreya, Deolipa Yumara menyebut mereka sudah bisa beribadah kembali di Vihara tersebut mulai pekan depan pasca-mengalami kekerasan pada 22 September 2022 lalu.
"Vihara sudah ada dari 2002 hingga 2022 masih Vihara, dan jemaat ini enggak bisa ibadah, masih terkendala dalam ibadah, tapi Vihara tersebut sudah kami ambil alih kembali dan kemudian umat Budha akan mengadakan ibadah di minggu depan," kata Deolipa di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Sementara itu, salah satu pengurus Vihara Tien En Tang, Sherly Wu menyebut aksi kekerasan itu bermula dari seorang ahli waris salah satu pengurus yayasan, Ami Widjaja yang ingin merebut lahan tersebut.
Baca juga: Dharmapala Nusantara Sayangkan Dugaan Aksi Kekerasan di Vihara Tien En Tang Green Garden Jakbar
Dia menceritakan awalnya pada 1998 silam, umat Budha membeli sebidang tanah dari developer hingga akhirnya dibangun Vihara tersebut pada 2002.
Namun, sertifikat tanah Vihara tersebut baru terbuat pada 2012 atas nama Ami karena merupakan salah satu donatur terbesar saat membeli tanah itu.
Setelah itu, lanjut Sherly, Ami bersepakat dengan para umat Budha lain dan menghibahkan tanah tersebut untuk yayasan dan umat Budha.
"Jadi 2012 jadi sertifikatnya terbuat, kemudian ibu Ami Widjaja kasihkan hibahnya karena dia tahu ini milik Vihara dan kita simpan di dalam brangkas dari 2013 tak pernah keluar surat hibahnya," ucap Sherly.
Kemudian, Ami disebut sakit karena diusir oleh keluarganya dan akhirnya tinggal di Vihara tersebut. Selama dirawat keluarganya tidak pernah menjenguk hingga akhirnya meninggal dunia.
"Selama itu anaknya nggak pernah datang, nah akhirnya meninggal anaknya baru datang ke Vihara mencari sertifikat ini," ungkapnya.
Berjalannya waktu, Sherly mengatakan ahli waris dari Ami terus memaksa mengambil sertifikat tanah atas nama Ami, namun tidak pernah diberikan hingga akhirnya dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat dan sejumlah pengurus ditetapkan sebagai tersangka.
Ahli waris, kata Sherly, menggandakan sertifikat tanah dengan membuat yang baru. Mereka beralasan sertifikat tanah yang lama sudah hilang.
Singkat cerita, Sherly menjelaskan sebagai upaya pengambilan tanah itu, ahli waris melakukan tindak kekerasan sebanyak tiga kali.
Baca juga: 73 Persen Perempuan Jadi Korban Kekerasan, Menteri PPPA Minta Masyarakat Berani Melapor