Masyarakat Pers Teguh Berkeyakinan Bagi Pers Yang Berlaku Tetap UU Pers Meski KUHP Baru Disahkan
Masyarakat pers teguh berkeyakinan bagi pers yang berlaku tetap UU Pers meski Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru disahkan.
Penulis: Toni Bramantoro
“Dan bukan KUHP,” selorohnya.
Pada sisi lain Al Araf menguraikan, paradigma pembuat KUHP masih melindungi kekuasaan. Atas semangatnya untuk menghukum.
Selain itu dia melihat para perumus KUHP baru mencampur-adukkan antara hukum administrasi dan hukum pidana.
“Akibatnya banyak pasal, filosofinya tidak jelas, multi tasir,” tutur Al Araf.
Hal ini, dikatakannya, membuat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh pemerintah dan para pembuat UU tidak dapat menjawab rasionalitas pembentukan banyak pasal-pasal KUHP ini.
Dia memberi contoh, ketentuan tentang pasal larangan demonstrasi yang tanpa izin dan merusak fasilitas publik atau menggangu kepentingan umum.
”Seharusnya yang dilarang merusak fasilitas publik atau mengggangu kepentingan umumnya, bukan larangan demonstrasi yang tanpa izin,” katanya.
Al Araf menyanyangkan proses pembuatan KUHP hanya melibatkan ahli hukum, itu pun hanya dari hukum pidana yang berkecenderungan menghukum saja.
”Padahal karena pidana melibatkan kepentingan publik, seharusnya juga melibatkan ahli-ahli hukum di luar hukum pidana, bahkan ahli lain seperti ahli filasat dan sosiologi,” ujarnya.