Dikumandangkan Azan Saat Aksi Unjuk Rasa di Depan DPR Namun Tak Difasilitasi, Ini Kata Said Iqbal
Said Iqbal memprotes aparat keamanan yang seakan berupaya membubarkan massa dengan kumandang suara Azan ketika sedang menggelar aksi unjuk rasa
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Partai Buruh Said Iqbal memprotes aparat keamanan yang seakan berupaya membubarkan massa dengan kumandang suara azan ketika sedang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Dijelaskan Iqbal, sejatinya ia tak pernah melarang kumandang azan itu untuk dilakukan, namun hal itu seharusnya juga dibarengi dengan memfasilitasi keperluan salat untuk para peserta aksi.
"Saya enggak tahu siapa yang menyelenggarakan azan ini, kalau memang diselenggarakan azan persiapkan semua yang terkait dengan salat umat muslim," ucap Said Iqbal kepada wartawan usai gelar aksi di depan Gedung DPR RI, Senin (6/2/2023).
Terkait hal ini, berdasarkan pantauan Tribunnews.com sekitar pukul 15.30 WIB terdengar salah seorang yang berasal dari dalam pekarangan gedung DPR RI meberitahukan bahwa waktu salat Ashar telah tiba.
Setelah pemberitahuan itu kumandang azan pun dilakukan dengan menggunakan pengeras suara yang letaknya tepat dibalik pagar Gedung DPR RI.
Iqbal pun meyayangkan apa yang dilakukan oleh seseorang tersebut, lantaran makna kumandang azan tersebut seakan ingin membubarkan massa aksi saat sedang menggelar unjuk rasa.
"Ini azan tidak difasilitasi tempat wudhu, tidak boleh masuk ke dalam DPR, orang-orang disuruh bubar, haram ini hukumnya," ucapnya.
Ia pun lantas membandingkan kejadian serupa saat pihaknya menggelar aksi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteng, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
"Ok kalau mau azan, seperti di KPU. Azannya di Masjid KPU, KPU memfasilitasi ada tempat wudhu, setelah tempat wudhu difasilitasi karpet," ungkapnya.
Iqbal pun meminta pihak kemanan menghentikan cara seperti itu untuk membubarkan massa aksi.
Pasalnya hal itu bisa berdampak dengan kemarahan umat islam apabila hal itu terus dilakukan.
"Kalau azan dipolitisasi seperti ini haram. Tolong siapapun yang bertanggung jawab penyelenggara azan ini, hentikan cara-cara seperti ini," pungkasnya.
Meski begitu, ketika kumandang azan itu dilakukan Said Iqbal yang kala itu sedang berorasi dari atas mobil komando akhirnya menghentikan orasinya sejenak untuk mendengarkan lantunan kumandang azan tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan aksi demonstrasi itu dilakukan di seluruh Indonesia. Nantinya, untuk yang di DPR, Said mengatakan akan didatangkan ribuan buruh dari Jabodetabek.
"Dalam aksinya, Partai Buruh akan menyuarakan penolakan terhadap isi Perppu No 2 Tahun 2022 terkait omnibus law Cipta Kerja," kata Said Iqbal dalam keterangannya.
"Setidaknya ada sembilan point yang dipermasalahkan dalam omnibus law Cipta Kerja. Meliputi, upah minimum, outsourcing, pesangon, karyawan kontrak, PHK, pengaturan cuti, jam kerja, tenaga kerja asing, dan sanksi pidana," sambungnya.
Baca juga: Partai Buruh Tuntut DPR RI Segera Sahkan RUU PRT Menjadi Undang-undang Demi Perlindungan Pekerja
Isu lain yang akan disurakan adalah penolakan terhadap RUU Kesehatan. Dalam hal ini, Partai Buruh menyoroti revisi beberapa pasal di UU BPJS yang di antaranya tentang Dewan Pengawas dari unsur buruh dikurangi menjadi satu.
“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi. Kok malah unsur buruh dan pengusaha yang dikurangi. Harusnya yang dikurangi itu gaji DPR itu,” ucapnya.
Hal lain yang disoroti Said Iqbal adalah terkait dengan kewenangan BPJS yang semula di bawah Presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan.
Menurutnya, pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah Presiden, bukan kementerian.
Partai Buruh juga memberikan dukungan terhadap organisasi tenaga kesehatan seperti IDI. Surat izin praktik dokter tidak boleh dikeluarkan sembarangan, karena pelayanan kesehatan mempertaruhkan hidup dan mati pasien.
“Secara bersamaan dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan, Partai Buruh mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Hal ini sebagaimana yang diminta presiden,” ujarnya.
Iqbal melanjutkan RUU terkait dengan kepentingan bisnis terkesan cepat sekali disahkan. Namun demikian, RUU PPRT yang bersifat perlindungan tak kunjung disahkan.
“Jangan-jangan ada kepentingan industri farmasi, rumah sakit swasta besar, dan membuka ruang komersialisasi kesehatan dalam RUU Kesehatan sehingga pembahasannya terkesan cepat,” tegasnya.