Ini 2 Alasan Perusahaan Ajukan PK Atas Putusan MA Soal Sengketa Tanah di Situ Cihuni
PT Cihuni Mas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua atas putusan PK Nomor 1284 PK/Pdt/2022 yang dimohonkan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
Ali pun menyoroti putusan PK Nomor 1284 PK/Pdt/2022 yang diajukan Dirjen SDA Kementerian PUPR. Menurut dia, putusan PK tersebut tidak menetapkan siapa pemilik lahannya dan Dirjen SDA Kementerian PUPR ditetapkan hanya selaku pengelola.
"Karena bukan sebagai pemilik maka Dirjen SDA tidak memiliki kewenangan untuk melarang pihak lain yang memiliki alas hak in casu PT Cihuni Mas (telah melakukan pembebasan/ GANTI RUGI lahan kepada Para Penggarap ) untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagaimana Pasal 580 KUHPerdata tentang milik jo UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum terkait hak milik," jelas dia.
Apalagi, kata dia, putusan PK 1284 adalah merupakan sengketa keperdataan untuk menentukan suatu kepemilikan. Namun, tutur dia, faktanya dalam putusan tersebut sama sekali tidak menetapkan pemilik lahan tersebut.
Baca juga: Sengketa Lahan di Jatikarya Tak Kunjung Rampung, Ahli Waris Tuntut Hak, TNI Lapor ke Bareskrim
"Di samping itu dalam putusan (PK) ini juga tidak menyebutkan objek yang jelas yang dimaksud dengan pengelolaan dan sama sekali tidak menyebutkan dan menetapkan batas-batasnya, sementara fakta di lapangan lahan yang digenangi air berupa situ adalah hanya sebagian dari yang menjadi objek sengketa yakni kurang lebih 7 hektar bersesuaian dengan Surat Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Jawa Barat
No.611.1/1298/HK tertanggal 15 Agustus 1997 Diktum Angka 2. Sehingga hal ini jelas menimbulkan ketidakpastian," ungkap Ali.
Sementara kuasa hukum lain dari PT Cihuni Mas, Satyo Andhiko mengatakan tanah yang menjadi obyek sengketa merupakan bekas tanah garapan, di mana PUPR hingga saat ini tidak dapat menunjukkan telah melakukan kompensasi ganti rugi atas tanah garapan tersebut.
Padahal, menurutnya kompensasi penggantian atas tanah garapan disyaratkan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
"Lagi pula secara faktual lahan yang digenangi air hanya terbatas seluas 7 hektare. Sementara luas lahan yang menjadi objek sengketa dan yang telah klien kami PT. Cihuni lakukan kompensasi penggantian Ganti Rugi kepada Penggarap (pembebasan lahan) kurang lebih seluas 32,34 hektare," terang Satyo.
Lebih lanjut, Satyo mengatakan obyek sengketa saat ini masih dalam hak pengelolaan PT Cihuni Mas berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 556.31/1424 Perek. Tanggal 15 Mei 1997. Obyek sengketa tersebut berupa genangan air bekas galian pasir seluas 7 hektar dan sekelilingnya berupa sawah yang dikelola atau digarap masyarakat setempat dan telah mendapatkan ganti rugi dari PT Cihuni Mas.
"Kami juga keberatan dengan langkah Dirjen SDA Kementerian PUPR yang menggunakan oknum TNI dalam eksekusi obyek sengketa yang masih dikuasai oleh PT Cihuni Mas. Ini masih sengketa dan TNI tidak boleh terlibat karena menyalahi ketentuan perundang-undangan," pungkas Satyo.