Ahli Hukum: Pasal Penganiayaan dengan Persekongkolan Harus Dibuktikan Ada Kesamaan Niat
Suparji menerangkan bahwa Pasal 355 ayat (1) KUHP merupakan norma terkait penganiayaan yang direncanakan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad dihadirkan sebagai saksi meringankan oleh kubu terdakwa Shane Lukas dalam perkara kasus dugaan penganiayaan David Ozora, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (3/8/2023).
Dalam persidangan, kuasa hukum Shane Lukas, Happy Sihombing menanyakan kepada saksi soal jeratan pidana yang disangkakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dan kaitannya dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan.
Baca juga: BREAKING NEWS: Mario Dandy Jalani Sidang Tuntutan Perkara Penganiayaan David Ozora Kamis Pekan Depan
Suparji menerangkan bahwa Pasal 355 ayat (1) KUHP merupakan norma terkait penganiayaan yang direncanakan. Artinya, ada satu niat dari yang bersangkutan melakukan penganiayaan, persiapan, dan waktu yang cukup untuk mempersiapkan penganiayaan tersebut, serta semua niat itu dituangkan dalam perbuatan.
"Maka konsekuensi dari penganiayaan berencana tadi, hukuman sanksinya lebih berat karena ada satu niat tidak baik, ada niat jahat, ada masa memikirkan, menyiapkan dan melakukan penganiayaan tadi," kata Suparji.
Suparji kemudian menjelaskan soal kaitannya dengan Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP perihal tindak pidana penyertaan atau ikut serta.
Ia menerangkan bahwa konstruksi seseorang melakukan tindak pidana penyertaan harus dibuktikan apakah ada tujuan yang sama antara yang bersangkutan dengan pelaku lain, kemudian apakah ada kesamaan niat, serta apakah adanya perbuatan yang dikehendaki bersama.
"Jadi mengkonstruksikan sebuah perbuatan ikut serta atau konspirasi atau kongkalikong melakukan kejahatan, harus dibuktikan bahwa yang bersangkutan memiliki niat yang sama, memiliki tujuan yang sama, dan ada perbuatan yang juga dilakukan," kata dia.
Baca juga: Sadar Melanggar Hukum, Mario Dandy Akui Tak Bayar Tol di Hari Penganiayaan David Ozora
Sehingga kata Suparji, akan sulit jika mengkonstruksikan seseorang melakukan tindak pidana penyertaan jika punya tujuan berbeda. Sebagai contoh, A melakukan penganiayaan untuk maksud balas dendam.
Namun B tidak punya kepentingan balas dendam tersebut. Sehingga jadi pertanyaan bagaimana B dikualifikasikan melakukan tindak pidana ikut serta.
"Dengan demikian tidak mudah mengkonstruksikan seseorang untuk melakukan tindak pidana kalau memiliki tujuan berbeda. Misal A bermaksud balas dendam, si B tidak ada kepentingan dengan balas dendam tersebut. Maka jadi pertanyaan bagaimana B bisa dikualifikasikan ikut serta," kata Suparji.
Sebagai informasi, dalam perkara penganiayaan ini Mario Dandy telah dijerat dakwaan kesatu:
Pasal 355 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atau dakwaan kedua:
Pasal 76 c juncto pasal 50 ayat 2 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Shane Lukas dijerat dakwaan kesatu:
Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau dakwaan kedua:
Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP Subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Atau dakwaan ketiga:
Pasal 76 C jo Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Berdasarkan dakwaan kesatu primair, yaitu Pasal 355 Ayat 1 KUHP, keduanya praktis terancam pidana penjara selama 12 tahun.