Ary Ginanjar Agustian: Aktivitas Korupsi Umumnya Berasal Dari Tiga Niat
Acara yang dihadiri oleh lebih dari 500 peserta dari berbagai lembaga, termasuk BUMN, sektor swasta, kementerian/lembaga pusat, serta pemerintahan dae
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ESQ/ACT Consulting International mengadakan webinar bertajuk "Living Integrity" dengan kerjasama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai narasumber utama.
Acara yang dihadiri oleh lebih dari 500 peserta dari berbagai lembaga, termasuk BUMN, sektor swasta, kementerian/lembaga pusat, serta pemerintahan daerah, berlangsung pada hari Kamis (10/8/2023).
Pada kesempatan tersebut, pendiri ESQ Group, Ary Ginanjar Agustian, menggarisbawahi pentingnya menerapkan nilai integritas dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kerja. Menurutnya, integritas memiliki peran krusial dalam membentuk perilaku positif dan menghindari perilaku negatif.
"Ayah yang menjalankan peran ayahnya dengan integritas atau guru yang menjalankan peran gurunya dengan integritas, ini adalah bagian dari gerakan nasional. Pencegahan korupsi adalah panggilan batin dan jiwa kita semua. Jika kita berhasil, Indonesia akan menjadi negara yang berintegritas dan bebas dari korupsi," kata Ary Ginanjar.
Lebih lanjut, nilai integritas diharapkan dapat menjadi penangkal tantangan baik dari dalam maupun luar organisasi. Ary menjelaskan bahwa korupsi sering kali terjadi akibat perpaduan antara niat dan kesempatan.
Oleh karena itu, penting untuk memahami niat yang mendasari tindakan masing-masing individu.
"Aktivitas korupsi umumnya berasal dari tiga niat. Pertama, 'strong why,' yaitu niat untuk mendapatkan keuntungan materi semata. Kedua, 'big why,' yang melibatkan pengakuan dan harga diri. Ketiga, 'grand why,' yang terfokus pada pengabdian. Perbedaan inilah yang menentukan arah tindakan," paparnya.
Ary menekankan bahwa kesalahan dalam niat dapat membuka pintu terhadap perilaku korupsi, terutama jika hanya terhenti pada niat 'strong why' dan 'big why'. Ia juga mengajak untuk melihat pencegahan korupsi melalui prisma "belief system," di mana perubahan mindset dapat mengubah pandangan terhadap suatu tindakan.
"Sama seperti bagaimana Jepang mengubah pandangan masyarakatnya melalui peningkatan kualitas individu, integritas harus menjadi bagian tak terpisahkan dari 'belief system' kita," tambah Ary.
Dalam konteks ini, ditekankan perlunya membentuk individu yang tidak hanya mengutamakan niat 'strong why' dan 'big why,' tetapi juga mengarah pada niat 'grand why,' yang mendasari pengabdian. Hal ini membentuk dasar konsep integritas yang diupayakan.
"Membentuk konsep integritas memerlukan penjelasan tujuan kerja dan tujuan hidup kepada para pemangku kepentingan. Oleh karena itu, diperlukan peran agen perubahan anti korupsi di berbagai lembaga, rumah tangga, dan lingkungan pendidikan," tandasnya.
Pendapat senada disampaikan oleh Deputi Pendidikan dan Peran serta Masyarakat KPK, Wawan Wardina. Ia mengingatkan bahwa tidak hanya KPK yang bertanggung jawab dalam membentuk konsep integritas, melainkan seluruh masyarakat juga memiliki peran penting sebagai agen perubahan dalam memerangi korupsi.
KPK Saat Ini Mengadopsi Tiga Pendekatan Anti Korupsi
Wawan menjelaskan bahwa KPK saat ini mengadopsi tiga pendekatan anti korupsi. Pertama, pendidikan yang membentuk nilai integritas dan kesadaran anti korupsi di seluruh lapisan masyarakat. Kedua, pencegahan melalui peningkatan sistem untuk mencegah tindakan korupsi. Ketiga, efek jera bagi pelaku tindakan korupsi.
Namun, Wawan menegaskan bahwa ketiga pendekatan tersebut akan sulit berjalan efektif tanpa kontribusi aktif dari masyarakat dalam membangun konsep integritas. Inilah esensi dari "living integrity," di mana setiap individu ikut serta menciptakan lingkungan yang penuh integritas, dimulai dari lingkungan keluarga.
Dengan semakin kuatnya kesadaran akan pentingnya integritas dan peran aktif masyarakat dalam memerangi korupsi, diharapkan Indonesia dapat melangkah maju menuju masa depan yang lebih bersih dan bermartabat.