Jokowi: Kemarau Panjang dan Aktivitas Industri jadi Penyebab Parahnya Polusi Udara di Jabodetabek
Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka pada hari ini, Senin (14/8/2023), untuk membahas polusi udara di Jabodetabek.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (menggelar rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka pada hari ini, Senin (14/8/2023).
Ratas tersebut digelar untuk membahas upaya peningkatan kualitas udara di Jabodetabek.
Pasalnya dalam seminggu terakhir kualitas udara di Jabodetabek sangat buruk.
Menurut Presiden Jokowi pada Minggu (13/8/2023) kemarin, indeks kualitas udara di DKI Jakarta berada di angka 156, yang artinya tidak sehat.
“Selama satu pekan terakhir kualitas udara di Jabodetabek sangat-sangat buruk."
"Tanggal 13 Agustus 2023 kemarin indeks kualitas udara di DKI Jakarta di angka 156 dengan keterangan tidak sehat,” kata Presiden Jokowi dilansir laman resmi Setkab.go.id, Senin (14/8/2023).
Baca juga: Kualitas Udara di Jakarta Buruk, Jokowi Dorong Kantor Terapkan Hybrid Working
Lebih lanjut Presiden Jokowi pun mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan parahnya polusi udara yang terjadi di Jabodetabek.
Di antaranya ada kemarau panjang selama tiga bulan terakhir, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan.
Selain itu, ada pembuangan emisi dari transportasi serta aktivitas industri di Jabodetabek.
Mengingat di Jabodetabek masih ada industri manufaktur yang menggunakan batu bara.
Baca juga: Atasi Polusi Udara, Pemerintah Wacanakan Aturan Lalu Lintas 4 In 1
“Beberapa faktor yang menyebabkan situasi ini, antara lain kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi."
"Serta pembuangan emisi dari transportasi, dan juga aktivitas industri di Jabodetabek."
"Terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur,” ungkap Presiden Jokowi.
Baca juga: Menhub: Kendaraan Berbahan Bakar Bensin Sumbang Polusi Lebih dari 50 Persen
Bos PLN Juga Ajak Masyarakat Gunakan Kendaraan Listrik untuk Turunkan Polusi Udara
PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN mengajak masyarakat untuk beralih menggunakan kendaraan listrik seiring menurunnya kualitas udara akibat emisi karbon dari sektor transportasi.
Beralih ke kendaraan listrik dapat menjadi alternatif mengurangi polusi sekaligus ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN mendukung upaya pemerintah mengurangi emisi melalui penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dengan membangun infrastruktur yang memadai di seluruh daerah.
Ini merupakan langkah strategis untuk tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi sekaligus mendorong transformasi energi nasional.
Baca juga: Menhub Ajak Masyarakat Beralih ke Kendaraan Listrik untuk Turunkan Polusi Udara Jakarta
“Sejalan dengan dengan pemberian insentif motor listrik dari pemerintah untuk pembelian motor baru dan konversi motor konvensional berbahan bakar minyak (BBM) menjadi listrik, PLN siap mendukung penuh dengan menyediakan infrastruktur yang memadai,” kata Darmawan dalam pernyataannya dikutip, Senin (14/8/2023).
Ia menekankan, masyarakat yang hendak beralih ke EV tidak perlu khawatir.
Sebab setiap pembelian kendaraan listrik khususnya roda empat, pelanggan mendapatkan layanan pemasangan home charging gratis dan juga diskon tarif listrik untuk pengisian daya di jam 22.00 sampai dengan 05.00.
Selain itu infrastruktur pengisian daya umum juga telah tersedia.
Baca juga: Cara Instan Kurangi Polusi Udara di Jakarta, Dirjen KLHK: Yang Paling Efektif Adalah Hujan
“Saat ini PLN sudah mengoperasikan sebanyak lebih dari 600 SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) dan lebih dari 1.400 SPBKLU (Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum)," papar Darmawan.
"Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan kendaraan listrik di tanah air,” terangnya.
Darmawan menjelaskan beralih ke kendaraan listrik menjadi pilihan strategis, mengingat sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang utama emisi karbon di Indonesia.
Perlu diketahui, sektor transportasi menjadi salah satu penghasil emisi yang besar di Indonesia.
Baca juga: Polusi Udara DKI Jakarta Disebut Terburuk di Dunia, KLHK: Perlu Ada Data Pembanding
Pada tahun 2020 emisinya 280 juta ton CO2e. Jika tidak ada perubahan, diperkirakan pada tahun 2060 emisinya mencapai lebih dari 1 miliar ton CO2e per tahun.
“Jika kita membandingkan emisi yang dihasilkan antara EV dan kendaraan berbahan bakar minyak berarti 1 liter BBM sama dengan 1,2 kWh listrik, maka emisi karbon 1 liter BBM adalah 2,4 kg CO2e, sedangkan emisi karbon 1,2 kWh listrik adalah 1,3 kg CO2e," papar Darmawan.
"Artinya dengan menggunakan kendaraan listrik kita sudah mengurangi sekitar 50 persen emisi karbon," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Bambang Ismoyo)