Tema Kegiatan Literasi Digital Kominfo dan KWI di Bogor, 'Cerdas dan Bijak Dalam Bermedia Sosial'
Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, masifnya penggunaan internet di Indonesia harus diakui membawa berbagai risiko
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Keuskupan Bogor bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar kegiatan Literasi Digital di Hotel Onih, Bogor (27/8/2023).
Acara yang mengusung tema 'Cerdas dan Bijak Dalam Bermedia Sosial' ini diikuti oleh berbagai kalangan, yakni 250 orang peserta yang berasal dari berbagai Kongregasi dan Paroki lainnya di Keuskupan Bogor, 34 orang peserta yang berpartisipasi via Zoom dan 49 orang peserta yang berpartisipasi via Youtube.
Tujuan sasaran kegiatan ini untuk mengedukasi orang muda Katolik agar memiliki pemahaman tentang cerdas bermedia sosial, mengajak orang muda Katolik untuk cerdas bermedia sosial dengan membuat produksi-produksi konten yang berasaskan Pancasila dan mempersatukan, dan Menciptakan jaringan kerjasama antar Orang Muda Katolik untuk menjadi anak-anak bangsa yang menyebarkan konten-konten positif demi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dirjen Aptika Kemkominfo RI, Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, masifnya penggunaan internet di Indonesia harus diakui membawa berbagai risiko seperti penipuan online, hoax, cyberbullying, dan sebagainya.
Survei nasional Literasi Digital yang dilakukan pada tahun lalu menemukan bahwa saat ini indeks literasi digital masyarakat Indonesia masih berada pada angka 3,49 dari skala 5 yang artinya masih di kategori sedang, belum mencapai kategori baik.
"Maka peningkatan penggunaan teknologi perlu diimbangi dengan kapasitas literasi digital yang mumpuni agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan produktif, bijak, dan tepat guna," ungkap Samuel Abrijani Pangerapan.
Samuel Abrijani Pangerapan juga mengatakan bahwa, angka ini perlu terus ditingkatkan dan menjadi tugas bersama untuk membekali masyarakat dengan kemampuan literasi digital agar selalu siap dalam mengawal percepatan transformasi digital nasional
"Hingga tahun 2021 lalu, program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat di 514 kabupaten kota, pada 34 provinsi di seluruh Indonesia. Hal ini untuk meningkatkan kemampuan literasi digital sehingga masyarakat dapat cakap digital," kata Samuel Abrijani Pangerapan.
Sementara itu, Dosen Jurnalistik, Universitas Multimedia Nusantara, Fransiscus Xaverius Lilik Dwi Mardjianto, yang hadir sebagai narasumber juga menjelaskan soal istilah hoaks dalam dunia digital seperti Misinformasi, Disinformasi dan Mal-informasi.
"Istilah tentang hoaks seperti, Misinformasi merupakan informasi yang salah namun orang yang menyebarkan informasi percaya berita itu benar, Disinformasi adalah informasi yang sangat salah namun orang yang menyebarkan tahu bahwa informasi tersebut salah dan Mal-informasi yang artinya informasi yang benar namun secara sengaja disebarkan dengan maksud menyerang orang lain," jelas Lilik.
Tujuh Istilah Informasi Dalam Konten Digital
Selain hoaks, Lilik Dwi juga menjelaskan tujuh istilah informasi dalam konten digital, seperti Parodi: konten lucu namun dapat memicu konflik, Misleading: pembelokan informasi untuk membingkai sebuah isu tertentu, Konten tiruan: tidak pernah dikeluarkan oleh instansi terkait namun tersebar dengan format tersebut, Konten abrikasi: konten tidak benar yang sengaja dibuat untuk membohongi, Konten tak nyambung : judul, foto, caption dan isi tidak saling terkait, Konteks yang salah : konten yang benar dan asli namun disebarkan dalam konteks yang salah, Konten manipulatif : informasi atau gambar yang dimanipulasi untuk membohongi pihak lain.
Dikesempatan yang sama, Dosen Ilmu Komunikasi Unika Atmajaya, Lisa Esti Puji Hartanti yang juga menjadi narasumber memaparkan soal Partisipasi dan Kolaborasi Etis Bermedia Sosial.
Menurutnya ada tiga faktor pengukur tingkat kesopanan netizen indonesia dalam menilai atau mencermati konten Hoaks penipuan, Ujaran kebencian dan Diskriminasi.
"Interaksi merupakan, proses komunikasi dua arah penguna terkait mendiskusikan ide, topik, dan isu dalam ruang digital. Contoh negative : berkomentar di media sosial dengan kata-kata negatif," jelas Lisa.