Partai Buruh Tolak Kenaikan UMP DKI Jakarta Hanya 3,6 Persen
Said Iqbal juga turut menyinggung soal daya nalar pemerintah dalam mengkalkulasikan kenaikan UMP untuk karyawan swasta.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh secara tegas menolak besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar 3,6 persen dari yang semula Rp 4,9 juta menjadi Rp 5,06 juta.
Kenaikan UMP DKI Jakarta itu diumumkan pada Selasa (21/11/2023) kemarin oleh Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan memang langsung mendapat respons tidak sepakat oleh elemen buruh.
Baca juga: Minta Negosiasi Ulang Soal UMP 2024, Serikat Buruh Ancam Bakal Lumpuhkan Ekonomi
Menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal kenaikan UMP DKI Jakarta itu tergolong sangat rendah jika dibanding besaran kenaikan upah bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri yang bisa mencapai 8 persen.
"Kenapa giliran dirimu sendiri kamu pikirin tapi giliran rakyat kamu enggak mikirin? Apa maksudnya? Kamu kan PNS, kamu naiknya 8 persen, masa rakyat naiknya 3.6 persen?" kata Said saat jumpa pers di Kantor Exco Partai Buruh, Jakarta Timur, Rabu (22/11/2023).
Baca juga: Buruh Bilang UMP Cuma Naik Seuprit, Pejabat Kemnaker: Kalau Dibilang Terlalu Kecil, Ya Itu Faktanya
Dalam kesempatan itu, Said Iqbal juga turut menyinggung soal daya nalar pemerintah dalam mengkalkulasikan kenaikan UMP untuk karyawan swasta.
Menurut dia, pemerintah yang notabene merupakan PNS tidak memperhatikan apa yang dirasakan rakyat terutama butuh.
"Otakmu di mana? Otakmu di mana gubernur gubernur itu, para menteri? Kamu, dirimu sendiri naik 8 persen, otakmu di mana?" tegas Said Iqbal.
Hal itu menjadi persoalan bagi Said Iqbal karena, sejatinya buruh dan karyawan swasta merupakan sektor yang memiliki kewajiban membayar pajak.
Sementara, ASN, TNI, Polri hingga Menteri merupakan sektor yang digaji dari pajak tersebut.
"Kalau PNS, TNI, Polri naik 8 persen, maka buruh swasta harus lebih karena dia bayar pajak," tegas Said.
Baca juga: Buruh Pertanyakan Kenaikan UMP Jakarta Lebih Rendah Dari Kenaikan Gaji PNS 8 Persen
"Nah, orang yang punya daya beli, orang yang bayar pajak kok naik gajinya lebih rendah dari orang yang gajinya dari pajak? aduh otakmu benar-benar enggak dipakai," tukas dia.
Sebelumnya, dikutip dari Wartakotalive.com, Aliansi Aksi Sejuta Buruh menggelar unjuk rasa di depan gedung Balai Kota DKI untuk menuntur kenaikan UMP sebesar Rp 5,6 juta, Selasa (21/11/2023).
Massa buruh membawa alat peraga unjuk rasa seperti spanduk, banner, dan mobil komando untuk menyampaikan aspirasinya.
Aliansi Aksi Sejuta Buruh ini gabungan 13 ferederasi serikat buruh yang ada di Jabodetabek.
Tiba di gedung Balai Kota DKI, massa aksi sempat saling dorong dengan aparat kepolisian hingga menyita perhatian semua orang.
Ketua DPD FSP LEM SPSI DKI Yusuf Suprapto ST menjelaskan, ke datangannya untuk memberikan dukungan ke Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono.
Dukungan itu diberikan agar Heru Budi bisa menetapkan kenaikan UMP DKI sesuai keinginan buruh yaitu Rp 5,6 juta.
"UMP itu harus berkeadilan, maksudnya adalah betul-betul bisa dirasakan oleh masyarakat buruh DKI Jakarta. Karena sekarang sudah ada kenaikan macam-macam tuh," ujarnya, Selasa (21/11/2023).
Namun, yang awalnya aksi berjalan dengan lancar berujung memanas dan ricuh pada Selasa sore.
Massa mulai merusak pagar gedung Balai Kota DKI karena ingin masuk untuk bertemu Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono.
Selain merusak pagar, massa aksi juga melakukan pembakaran di depan pagar Gedung Balai Kota DKI.
Yang mereka bakar dan memicu api membesar di sana adalah material sampah.
"Kami minta Heru tanda tangan, apa susahnya? Dibilang goblok enggak mau, tapi tanda tangan juga enggak mau," tutur orator di atas mobil komando.
Orator pun meminta agar Heru segera keluar dari ruang kerjanya dan bertemu dengan massa aksi unjuk rasa.
Sebab, massa aksi ingin Heru mengabulkan kenaikan UMP DKI 2024 sebesar Rp 5,6 juta.
"Mana Pak Heru yang katanya pintar, sini pak kita adu argumentasi, kita adu data," tutur orator.