Sekretaris Rektor non-aktif UP Edie Toet Hendratno Diperiksa Kasus Dugaan Pelecehan 25 Maret 2024
Polisi melayangkan surat panggilan kepada sekretaris rektor non-aktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno untuk diperiksa sebagai saksi.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi melayangkan surat panggilan kepada sekretaris rektor non-aktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno untuk diperiksa sebagai saksi atas dugaan kasus pelecehan seksual.
Namun, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan saksi baru bisa memenuhi panggilan tersebu pada 25 Maret 2024 mendatang.
"Kemarin sudah dipanggil, tapi katanya tanggal 25 Maret 2024 mau datang," kata Wira kepada wartawan, Sabtu (16/3/2024).
Di sisi lain, pengusutan kasus tersebut, kata Wira, masih terus berjalan.
Saat ini, penyidik tengah menunggu pemeriksaan visum et repertum psychiatricum.
"Rektor UP masih pemeriksaan. Masih nunggu pemeriksaan psikologi aja," ucap dia.
Dalam kasus ini, laporan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024 tengah diselidiki polisi.
Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang sudah diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024 yang kini sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Edie Toet sendiri sejauh ini sudah diperiksa sebanyak dua kali sebagai saksi yakni pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024) yang lalu.
Klaim Kasusnya Dipolitisasi
Sebelumnya, Rektor non aktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.
Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual atas korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.
"Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres," kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Baca juga: Punya 2 Istri, Ayah di Kendari Tega Rudapaksa Anak Kandung Berulang Kali, Ancam: Jangan Bilang Mama
Selain itu ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.
Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.
"Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami," pungkasnya.