Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Taruna Ungkap Perpeloncoan di STIP Jakarta: Wajib Panggil 'Nior' dan Dipukul Kakak Tingkat

Taruna tingkat satu STIP Jakarta diwajibkan memanggil kakak tingkatnya dengan sebutan 'nior' di dalam dan di luar kampus

Editor: Erik S
zoom-in Mantan Taruna Ungkap Perpeloncoan di STIP Jakarta: Wajib Panggil 'Nior' dan Dipukul Kakak Tingkat
Tribunnews/Ibriza Fasti Ifhami
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Cilincing, Jakarta Utara, tampak sepi pada Sabtu (4/5/2024) 

TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA- Mantan taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta kembali bersuara terkait perpeloncoan di kampus tersebut.

Arman bukan nama sebenarnya mengungkapkan bahwa taruna tingkat satu diwajibkan memanggil kakak tingkatnya dengan sebutan 'nior'.

“Kita di sana panggilnya nior, harus nior. Maksudnya itu senior. Itu berlaku untuk tingkat satu,” kata Arman saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (7/5/2024).

Baca juga: Kuasa Hukum Desak STIP Jakarta Ikut Bongkar Kasus Kematian Putu Satria Usai Dianiaya oleh Senior

Kata dia, panggilan 'nior' ini tidak hanya berlaku untuk mereka saat berada di dalam kawasan STIP saja.

“Dan itu pun berlaku ketika sudah lulus atau di luar STIP. Misalnya, ‘Nior, bagaimana kabarnya?’. Panggilnya itu tetap senior,” ucap Arman.

Arman yang hanya delapan bulan mengemban pendidikan di STIP Jakarta tidak menampik bahwa ada perpeloncoan di sekolah kedinasan tersebut.

Sebab, dia juga pernah merasakannya. Suatu ketika, Arman dan dua temannya tiba-tiba saja dibawa oleh senior untuk dimasukkan ke dalam ruang kelas taruna tingkat dua. Mereka difitnah atas tindakan yang Arman rasa tidak pernah dilakukan olehnya.

Berita Rekomendasi

“Ulu hati saya dipukul di ruang kelas tingkat dua. Mereka enggak keroyokan, tapi bergilir. Taruna tingkat dua yang lain, ya jadi kompor, kayak, ‘woi, ngaku lu!’” kata Arman.

Meski sudah dicecar, Arman dan teman-temannya tetap teguh pada pendirian bahwa mereka tidak seperti apa yang dituduhkan taruna tingkat dua.

“Sampai akhirnya, teman saya itu sudah enggak kuat. Kalau enggak salah, saya dipukul lebih dari lima kali. Itu ulu hati doang,” ucap Arman.

Dari beberapa pukulan tersebut, Arman menganggap salah satu bogem mentah yang mengarah ke ulu hatinya itu sangat keras. Sebab, kancing seragamnya pada saat itu sampai pecah.

Baca juga: Apa Peran 12 Taruna STIP Jakarta di Balik Kasus Kematian Putu Satria di Tangan Senior?

“Itu pukulan terkerasnya atau apa ya, dia pukul dan kancing seragam saya pecah. Dia panik kenapa bisa sampai pecah. Karena kancing seragam itu enggak boleh ada yang pecah,” ujar Arman.

“Kalau ketahuan, pasti ditanya sama pengawas, 'ke mana kancingnya?'. Nah, saya enggak boleh bilang habis dipukul lalu pecah. Bilang saja copot atau apa gitu,” tambah Arman.

Arman memastikan, setiap kelas dan sudut STIP disebut terpasang kamera CCTV.

Namun, para taruna tingkat dua ini memanfaatkan "blind spot" CCTV untuk memelonco adik tingkatnya, salah satunya adalah yang Arman alami.

"Jadi, liciknya, mereka pukul tingkat satu dengan mepepet ke pintu. Itu titik buta CCTV. Satu asrama itu ada CCTV, mereka sudah tahu blind spot CCTV," pungkas Arman.

Karena teman Arman sudah tidak kuat dengan pukulan tersebut, akhirnya senior menyudahi dan mengarahkan para taruna tingkat satu untuk kembali ke kamar masing-masing.

“Saya balik ke dormi (asrama) lalu menjahit sendiri. Saya kanibalkan kancing seragam yang lain. Sorenya, kami tingkat satu dipanggil untuk ke dormi tingkat dua dan tingkat empat, disuruh bersih-bersih,” pungkas Arman.

Polisi Buka Peluang Tetapkan Tersangka Baru

Polres Metro Jakarta Utara buka peluang bakal menetapkan tersangka baru dalam kasus tewasnya taruna STIP Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika oleh seniornya.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menegaskan, meski dalam kasus tersebut pihaknya telah menetapkan satu tersangka yakni Tegar Rafi Sanjaya (21) namun hal itu belumlah bersifat final.

Baca juga: Taruna STIP Tewas di Tangan Seniornya, DPR: Jelas Ada Kelalaian Sistematis!

Pasalnya kata dia, saat ini penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara masih terus mengumpulkan sejumlah fakta lainnya guna mendalami kasus yang menewaskan taruna asal Bali tersebut.

"Saya sampaikan, penyidikan kan tidak kita menetapkan satu tersangka tunggal kemarin bukan kemudian final ya, kita menutup semua akses penyidikan, tidak," tegas Gidion kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (7/5/2024).

Pasalnya menurut eks Kapolres Metro Bekasi Kota itu, apabila nantinya penyidik menemukan fakta baru yang menguatkan adanya tindak pidana, maka tak menutup kemungkinan tersangka bakal bertambah.

Kendati demikian ia menerangkan, saat ini perlu adanya pembuktian menyeluruh serta bantuan dari sejumlah ahli guna menentukan apakah ada tersangka lain atau tidak dalam perkara tersebut.

"Kalau ada temuan fakta fakta baru kemudian dari konteks triangel evidencenya kuat ya tidak menutup kemungkinan (bakal menetapkan tersangka baru)," ucapnya.

"Ya tapi kan kita harus kembali lagi pada pembuktian, dan kita minta pendapat beberapa ahli terkait pembuktian," pungkas Gidion.

Dalami Peran Belasan Taruna

Sebelumnya, polisi mengungkap alasan pihaknya melibatkan belasan taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta pada saat menggelar pra rekonstruksi kasus kematian Putu Satria Ananta Rustika (19), Senin (6/5/2024) kemarin.

Adapun pra rekonstruksi yang digelar secara tertutup itu dilakukan di kamar mandi STIP Jakarta yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya Putu.

Baca juga: Sambil Tutupi Wajah, Belasan Taruna STIP Jakarta Dibawa Polisi dari Kampus Buntut Junior Tewas

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Hady Saputra Siagian mengatakan, dilibatkannya belasan taruna itu untuk mengetahui peran mereka pada saat tewasnya Putu usai mendapat penganiayaan.

"Jadi supaya kita tahu lagi peran masing-masing orang yang ada di kamar mandi itu siapa saja," kata Hady saat dikonfirmasi, Selasa (7/5/2024).

Namun Hady masih enggan menjelaskan adegan apa saja yang dilakukan pada saat digelarnya pra rekonstruksi kemarin oleh para taruna tersebut.

Pasalnya kata dia, saat ini pihaknya masih melakukan penyidikan dan penyelidikan lebih lanjut sebelum nantinya akan diungkap ke publik.

"Iya makanya nanti akan disampaikan setelah dilakukannya proses penyelidikan lebih lanjut," ucapnya.

Selain itu Hady juga menekankan bahwa belasan taruna itu saat ini masih berstatus sebagai saksi meski sempat dilibatkan dalam proses pra rekonstruksi.

"Masih saksi, masih diperiksa sebagai saksi. Masih saksi semua," pungkasnya.

Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Utara kembali membawa sekitar 12 orang taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta buntut tewasnya Putu Satria Ananta Rustika (19) usai dianiaya seniornya, Tegar Rafi Sanjaya (21), Jum'at (3/5/2024) lalu.

Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, belasan taruna itu diboyong oleh penyidik Satreskim Polres Metro Jakarta Utara dari Gedung STIP Jakarta di Cilincing, Jakarta Utara, Senin (6/5/2024) sekitar pukul 15.50 WIB.

Saat dibawa polisi mereka tampak mengenakan pakaian olahraga STIP yang memiliki warna beragam diantaranya oranye dan merah serta bertuliskan Taruna di bagian belakang pakaian.

Para taruna yang berperawakan tegap dan berambut cepak itu tampak berlarian sambil menutup wajahnya menggunakan pakaian yang mereka kenakan saat digiring menuju mobil yang telah disediakan.

Terdengar anggota Reskrim pun meminta mereka untuk lebih cepat menuju ke dalam mobil.

"Ayo ayo cepat, kesini, kesini," ujar salah satu anggota kepolisian.

Selain belasan Taruna itu, terdapat pula tersangka Tegar Rafi yang turut dibawa oleh pihak kepolisian.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Hady Siagian mengatakan bahwa para taruna yang pihaknya boyong itu untuk kepentingan proses penyidikan yang saat ini pihaknya lakukan.

"Kita masih mendalami masing-masing orang perannya apa, kita masih mendalami," kata Hady saat ditemui di STIP Jakarta, Senin.

Selain itu di STIP Jakarta Hady juga mengatakan bahwa pihaknya telah menggelar proses pra rekonstruksi secara tertutup atas kasus tersebut dan melibatkan belasan taruna itu.

Meski begitu Hady tak menjelaskan berapa reka adegan yang pihaknya peroleh atas proses pra rekonstruksi tersebut.

Hady hanya mengatakan bahwa saat ini belasan taruna itu masih berstatus sebagai saksi meski kini diboyong ke Polres Metro Jakarta Utara.

"Mereka masih sebagai saksi, untuk lebih jelasnya ini masih di dalami kita sampaikan nanti," pungkasnya. (Kompas.com/Tribunnews)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas