Kisah Basuki Si Bos Konfeksi yang Raup Cuan dari Gang Sempit
Profesi itu dilakoni Basuki sejak 1994 dengan upah yang hanya Rp 2.500 tiap pengerjaan satu lusinnya.
Editor: willy Widianto
Apalagi, Basuki memiliki 3 orang bos yang kerap memintanya untuk memproduksi sejumlah pakaian dalam jumlah yang banyak.
Baca juga: Ratusan Penjahit Datangi Rumah Prabowo, TKN Sindir Capres yang Ingin Mengubah Kebijakan Jokowi
"(Produksi) tergantung dari bos ngasih barangnya. Kalau lagi ramai per-minggu bisa 700 lusin. Paling banyak pernah 1.000 lusin seminggu," ungkap Basuki.
Tak heran jika tiap minggunya omzet belasan juta bisa dikantongi Basuki, terutama saat momen-momen tertentu yang membuatnya banjir orderan.
"Kalau kayak gini ada yang enggak ngasih kerjaan karena lagi sepi. Tapi ya itu pusingnya kalau lagi timpuk semua (pesanan bareng). Minta buru-buru semua," jelas dia.
"Itu biasanya pas mau lebaran, mau masuk puasa, imlek, tahun baru," imbuhnya.
Selain itu, ia juga pernah kebanjiran orderan saat musim kampanye Pilpres 2024 lalu.
Namun diakui Basuki, dirinya tak mau tamak lantaran takut hasilnya mengecewakan. Ia bahkan tak segan menolak sejumlah pesanan jika dirasa sudah membuat karyawannya kewalahan.
"Kadang-kadang saya nolak juga karena kami udah ada perjanjian sama bos. Takutnya bos minta ini minta, kami yang enggak mampu. Kalau sekedar bantuin (dilimpahin ke teman) mau," kata Basuki.
Baginya, saling membantu sesama pelaku konfeksi adalah hal yang menyenangkan sebab sama-sama saling membuka rezeki.
Lebih lanjut, Basuki mengaku ingin mendapat binaan dari pemerintah dalam pengembangan usahanya.
Pasalnya selama 10 tahun dia menjadi bos konfeksi rumahan, belum pernah ada pemerintah yang menawari pembinaan atau kerja sama dengan dirinya.
Baca juga: Polsek Tambora Sita 18 Motor Curian yang Akan Dikirim ke Lampung, 6 Orang Pelaku Berhasil Ditangkap
"Soalnya sebenarnya sih saya udah pernah nyoba (lepas dari bos), tapi karena modalnya kecil, kami potong, jadi enggak bisa buat mutar (mosalnya). Jadi produksi yang kami keluar itu lambat," kata Basuki.
"Sedangkan sininya (karyawan) keburu nganggur. Kalau emang modalnya gede mungkin bisa produksi, bisa ngalir," pungkasnya.