Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Tak Setuju Wacana Subsidi KRL Berbasis NIK, Beberkan Dampaknya

nalis Kebijakan Transportasi, Azas Tigor Nainggolan, menanggapi soal wacana penerapan skema subsidi tiket KRL Jabodetabek menjadi berbasis NIK.

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Wahyu Gilang Putranto
zoom-in Pengamat Tak Setuju Wacana Subsidi KRL Berbasis NIK, Beberkan Dampaknya
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga menunggu kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Sabtu (27/4/2024). KAnalis kebijakan transportasi, Azas Tigor Nainggolan, menanggapi soal wacana penerapan skema subsidi tiket KRL Jabodetabek menjadi berbasis nomor induk kependudukan (NIK). 

TRIBUNNEWS.COM - Analis kebijakan transportasi, Azas Tigor Nainggolan, menanggapi soal wacana penerapan skema subsidi tiket KRL Jabodetabek menjadi berbasis nomor induk kependudukan (NIK).

Wacana tersebut diketahui tertulis dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025.

Alasan rencana kebijakan ini diterapkan agar subsidi diberikan kepada orang yang tepat dalam hal ini adalah orang tidak mampu atau miskin saja.

Menurut Tigor, kebijakan ini bertentangan dengan prinsip misi untuk memindahkan pengguna kendaraan bermotor pribadi menjadi pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta.

"Sebab yang menjadi sumber pengguna kendaraan bermotor pribadi adalah orang mampu yang bisa membeli atau pemilik mobil pribadi atau sepeda motor yang terekam dalam data di NIK mereka," kata Tigor dalam keterangannya, Selasa (3/9/2024). 

Tigor menilai, subsidi angkutan umum itu seharusnya insentif untuk pengguna angkutan umum siapa pun dia tanpa memandang status ekonomi.

Ketika subsidi diterapkan hanya untuk golongan tertentu, justru akan berdampak semakin masifnya kemacetan karena banyaknya kendaraan pribadi. 

Berita Rekomendasi

Tigor menegaskan bahwa mereka berhak mendapatkan insentif atau subsidi karena sudah menggunakan layanan transportasi publik dan mengurangi kemacetan dengan meninggalkan kendaraan bermotor pribadinya di rumah.   

"Padahal sebagai pengguna layanan transportasi publik mereka berhak mendapatkan subsidi sebagai insentif," ujarnya. 

"Mereka berhak mendapatkan insentif atau subsidi karena mereka sudah menggunakan layanan transportasi publik dan mengurangi kemacetan dengan meninggalkan kendaraan bermotor pribadinya di rumah," lanjut Tigor. 

Tigor pun menyarankan agar pemerintahan Jakarta tidak menerapkan kebijakan subsidi KRL berdasarkan NIK. 

Baca juga: Pramono Sikapi Wacana Tarif KRL Berbasis NIK: Transportasi Publik Tak Boleh Membeda-bedakan Kelas

"Jadi sebaiknya pemerintah tidak menerapkan pemberian subsidi berdasarkan NIK kepada pengguna layanan transportasi publik massal KRL Jabodetabek," tandasnya. 

"Agar berkurang atau menurunnya pengguna kendaraan bermotor pribadi dan bertambah meningkatkannya pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta. Hasilnya adalah kita bisa mengurai dan memecahkan kemacetan kota Jakarta," lanjutnya. 

Wacana ini mendapat penolakan dari sejumlah kalangan. 

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo pun meminta pemerintah menunda dan mengkaji ulang pemberlakukan subsidi KRL berbasis NIK pada 2025.

Sigit menyampaikan, rencana tersebut mendapat penolakan dari komunitas pengguna KRL.

Selain itu, pemberian subsidi KRL berbasis NIK juga dinilai diskriminatif dan tidak pro rakyat.

"PSO pada KRL adalah amanat UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian untuk menjamin tarif yang terjangkau bagi masyarakat," ujarnya di Jakarta, Senin (2/9/2024).

Menurutnya, sebagai bentuk pelayanan publik, pemberian subsidi KRL juga seharusnya mengedepan prinsip kesamaan hak.

"Jika subsidi diberlakukan berdasarkan NIK, artinya sudah ada tindakan diskriminatif dalam pemberian layanan publik,” kata Sigit.

Selain diskriminatif, Sigit juga menilai rencana pemerintah memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK sebagai kebijakan yang tidak pro rakyat.

Skema baru pemberian PSO itu, kata Sigit, justru dapat berisiko menambah beban ekonomi bagi masyarakat pengguna KRL yang tidak memiliki akses subsidi.

Diketahui, pemerintah mewacanakan mengubah skema subsidi KRL Commuterline Jabodetabek menjadi berbasis NIK. 

Pemerintah berdalih hal tersebut dilakukan agar penyaluran subsidi tepat sasaran.

Wacana penyaluran subsidi KRL berbasis NIK tertulis dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi public service obligation (SPO) sebesar Rp 7,96 triliun pada RAPBN 2025.

Meski demikian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan tidak ada kenaikan tarif KRL Jabodetabek dalam waktu dekat.

Demikian juga dengan penerapan tiket KRL berbasis NIK yang belum akan diberlakukan dalam waktu dekat.

Hal ini merespons kekhawatiran masyarakat bahwa tarif KRL akan naik seiring dengan diubahnya skema subsidi tiket KRL Jabodetabek menjadi berbasis NIK.

"Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub memastikan belum akan ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dalam waktu dekat." 

"Dalam hal ini, skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan," ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal dalam keterangan tertulis, Kamis (29/8/2024).

(Tribunnews.com/Milani Resti/Denny Destryawan) 

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas