Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MPR Serap Aspirasi Masyarakat Sulawesi Utara Soal GBHN

"Ini lah dilemanya yakni kedudukan dan status MPR yang tidak lagi sebagai lembaga tinggi negara dan MPR tidak lagi berwenang soal perumusan GBHN,"

Editor: Adi Suhendi
zoom-in MPR Serap Aspirasi Masyarakat Sulawesi Utara Soal GBHN
Tribunnews/Herudin
Martin Hutabarat 

TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Wacana dibentuknya satu haluan negara seperti GBHN makin hangat diperbincangkan berbagai pihak di seluruh Indonesia.

Berbagai elemen masyarakat sepertinya terbagi dua, satu sisi ada yang mendukung.

Namun di sisi lain banyak yang menyatakan perlu penelahaan lebih mendalam lagi.

Seperti diketahui sejak dihapuskannya GBHN pasca reformasi, negara Indonesia menerapkan model rencana pembangunan nasional.

Rencana pembangunan nasional disusun berdasarkan Undang undang melalui Rencana Pembangunan Nasional jangka menengah dan panjang berdasarkan visi dan misi Presiden terpilih.

Dengan model tersebut sebagian besar elemen masyarakat sangat mengkhawatirkan inkonsistensi rencana pembangunan nasional setiap kali Presiden terpilih.

Selain itu dikhawatirkan terjadi ketidakselarasan rencana pembangunan antara pusat dan daerah.

Berita Rekomendasi

Hal-hal itulah yang sangat memperoleh perhatian serius masyarakat.

Dalam satu gelar acara Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan metode Focus Grup Discussion (FGD) membahas secara mendalam soal 'Reformulasi Sistem Perencanaan Pembangunam Nasional dengan Model GBHN'.

Acara tersebut digelar Badan Pengkajian MPR Kelompok V MPR RI bekerjasama dengan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), di kota Manado, Sulawesi Utara, Sabtu ( 5/3/2016).

Tiga narasumber utama diantaranya dosen Fakultas Hukum Unsrat Lendy Siar, dosen Fakultas Hukum Unsrat Toar N Palilingan, dan dosen FISIP Unsrat Agustinus B Patty mengisi diskusi tersebut.

Acara tersebut diikuti sekitar 50 peserta akademisi Unsrat dan beberapa akademisi serta pakar tata negara di Manado.

Beberapa anggota MPR yang hadir dalam acara tersebut sebagai komentator dan penerima aspirasi.

Anggota MPR yang hadir diantaranya Pimpinan Badan Pengkajian MPR Martin Hutabarat, Sukamta dari Fraksi PKS MPR, Ahmad Riza Patria dari Fraksi Gerindra, Muslim dari Fraksi Demokrat MPR, dan Nurmawanti Dewi Bantilan dari kelompok DPD di MPR.

Hadir pula dalam acara tersebut Kepala Biro Pengkajian Sekretariat Jenderal MPR RI Yana Indrawan.

Tiga akademisi narasumber diskusi bergantian menyampaikan buah pikirnya soal tema acara dan soal amandemen UUD 1945.
Narasumber pertama Lendy Siar mengatakan bahwa tidak tabu bagi lembaga MPR RI sebagai perencana pembangunan nasional.

Dalam perencanaan pembuatan rencana pembangunan atau haluan negara, Lendy memberi masukan harus ada koordinasi satu atap dalam segala bidang pembangunan nasional.

Seperti pembangunan nasional bidang hukum, maka harus ada koordinasi baik antara lembaga-lembaga bidang hukum yakni polisi, Jaksa, pengadilan.

Di sisi lain, narasumber Toar N Palilingan dalam paparannya menguraikan bahwà guliran wacana GBHN ini adalah guliran bola politik yang cukup berarti sebab banyak partai besar yang mendukung wacana tersebut.

Namun isu GBHN ini juga harus diwapadai memiliki implikasi politik yang tinggi juga, sebab itu lah sampai sekarang wacananya masih tarik ulur.

Toar sangat mendukung jika GBHN akan dihidupkan kembali, tapi yang memiliki kewenangan menetapkan adalah lembaga yang tidak terkait dengan penyelenggaraan negara.

Lembaga MPR dianggap lembaga yang pas untuk itu.

"Ini lah dilemanya yakni kedudukan dan status MPR yang tidak lagi sebagai lembaga tinggi negara dan MPR tidak lagi berwenang soal perumusan GBHN," katanya.

Narasumber kedua, Agustinus B Paty mengungkapkan bahwa dalam pembangunan nasional setelah ditiadakanya GBHN maka kesinambungan pembangunan nasional yang seharusnya terjaga menjadi hilang.

Rangkaian perencanaan tersebut seharusnya berlangsung terus tanpa henti dan terus berkesinambungan pelaksanaannya adalah pemenuhan kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kebutuhan generasi masa datang.

Masukan dan gagasan seru datang dari para peserta, salah satunya dari akademisi Unsrat Prof Isaac yang mengungkapkan bahwa fungsi dan peran MPR kini kurang menggigit tidak seperti jaman orde baru, peran MPR sangat vital dan sangat menggigit.

Baru sekarang ini melalui wacana GBHN dan amandemen eksistensi lebih MPR kembali terangkat.

"Hal tersebut terjadi karena disebabkan traumatis kepada orde baru. Semua apa yang ada di orde baru jelek termasuk GBHN dan MPR sebagai lembaga tertinggi," katanya.

Menurut dia pola pikir tersebut harus dihilangkan.

"Tidak semua di orde baru itu buruk contohnya GBHN dan MPR sebagai lembaga tertinggi sangat baik," ujarnya.

Namun, saat ini jika akan dimunculkan kembali harus dengan sangat hati-hati.

Jangan sampai traumatik dan minor judgement keluar lagi dan menghambat penilaian-penilaian objektif soal GBHN dan kiprah MPR.

"Sah-sah saja sekarang kita mau kembali kepada GBHN namun dengan catatan yang pertama kali harus dilakukan adalah amandemen UUD 1945 kembali," ungkapnya.

Tanpa adanya amandemen UUD 1945, tidak ada kekuatan apalagi MPR yang kekuatannya sudah terlucuti pasca amandemen.

"Jika tidak ada kekuatan bagaimana MPR menyusun GBHN," imbuhnya.

Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI Martin Hutabarat sangat mengapresiasi semua masukan dan ide-ide segar dari para akademisi dan para pakar tata negara di Manado.

"Inilah serap aspirasi masyarakat yang kita inginkan, semuanya memberi masukan yang sangat baik. Semua ini akan kami bawa ke Badan Pengkajian MPR untuk kita. pelajari dan kaji secara mendalam," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas