Ketua MPR: Konstitusi Harus Dibicarakan Bersama oleh Bangsa Indonesia
Ketua MPR DR (HC) Zulkifli Hasan, SE., MM. menghadiri acara Workshop Ketatanegaraan hasil kerjasama MPR RI dengan Universitas Negeri Makassar.
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR DR (HC) Zulkifli Hasan, SE., MM. membuka acara Workshop Ketatanegaraan bertema Penguatan Kelembagaan MPR RI, Perencanaan Pembangunan Nasional dengan model GBHN, Materi dan Ketetapan Hukum MPRS/MPR.
Acara yang diselenggarakan pada hari Jum’at 11 Maret 2016, di Hotel Clarion Makassar merupakan hasil kerjasama MPR RI dengan Universitas Negeri Makassar.
Sejumlah anggota MPR RI turut menghadiri kegiatan ini, antara lain Ruhut Sitompul (Fraksi Demokrat), Azakin Solthan (Fraksi Gerindra), TB. Soenmanjaya (Fraksi PKS), Amran (Fraksi PAN).
Para Dosen Hukum Tatanegara dan para Guru PKn serta beberapa kalangan juga menghadiri kegiatan tersebut.
Dalam sambutannya Zulkifli Hasan menegaskan bahwa tidak mudah bagi MPR untuk mengubah konstitusi. Hampir semua parpol sepakat haluan negara itu penting, tapi tidak bisa begitu saja dilaksanakan oleh MPR.
"Kalau menyangkut konstitusi, kita harus bicarakan bersama-sama. Ini milik bangsa Indonesia. Maka harus diperluas ownership-nya," ujar Zulkifli.
MPR RI sudah membuat keputusan melalui rapat gabungan, sebuah rapat untuk mengambil putusan tertinggi setelah rapat paripurna. Karena ini menyangkut konstitusi maka rakyat harus tahu.
"Kalau dulu, semangat mengubah konstitusi sampai empat tahap, nah sekarang kita harus lebih hati-hati," ujar Zulkifli Hasan seraya menjelaskan tahapan-tahapan yang dimaksud.
Karena ini masalah haluan negara, maka terlebih dulu akan didiskusikan dengan 50 perguruan tinggi di Indonesia. Tujuannya untuk mendapatkan masukan apakah haluan negara memang perlu dan seperti apa bentuknya.
Selanjutnya, MPR juga akan mengajak bicara para pakar hukum tata negara, ormas-ormas serta para ahli.
Zulkifli menyampaikan bahwa akan diadakan pula diskusi, workshop, seminar, serta public hearing. Terakhir, kita akan tanyakan pendapat rakyat.
"Nanti kalau sudah ada keputusan: kita perlu haluan negara berikut isinya, baru kita lanjutkan dengan partai politik untuk melakukan tahapan selanjutnya,”ujarnya.
Masalah haluan negara ini jangan dikaitkan dengan sistem presidensil atau parlementer. Sebab ada ketakutan Indonesia akan bergeser kembali ke sistem parlementer. "Ini hanya bagaimana Indonesia memiliki visi haluan negara, sedangkan presiden tetap dipilih oleh rakyat."
"Haluan negara yang dimaksud bukan hanya menyangkut politik dan keamanan, dan kebijakan ekonomi, melainkan juga sosial budaya, dan wawasan kebangsaan," ujar Zulkifli menutup sambutannya. (Advertorial)