Sosialisasi 4 Pilar MPR di Nagekeo, Gus Jazil: Nilai Pancasila Sudah Diterapkan Masyarakat Flores
Ia bersama rombongan datang ke kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Ngada merupakan bagian dari rangkaian dari perjalanan di Pulau Flores.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ratusan masyarakat Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, selepas pukul 19.00 Waktu Indonesia Bagian Tengah, 29 Juli 2020, berkumpul di aula pertemuan salah satu hotel. Mereka di sana hadir untuk mengikuti Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika (4 Pilar MPR). Meski masuk dalam zona hijau namun dalam acara itu diterapkan protokol kesehatan.
Hadir dalam acara itu, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, anggota MPR Fraksi PKB Dipo Nusantara Pua Upa, Bupati Kabupaten Nagekeo Johanes Don Bosco, Anggota DPRD dari kabupaten yang ada di Pulau Flores, Kepala Dinas Pemerintahan Nagekeo, Pemuda Ansor, Pemuda Katolik, dan dari kalangan lainnya.
Dalam pemaparan, Jazilul Fawaid mengungkapkan dirinya kali pertama berkunjung ke Nagekeo. ‘Saya bersyukur bisa ke sini,” ujarnya.
Ia bersama rombongan datang ke kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Ngada merupakan bagian dari rangkaian dari perjalanan di Pulau Flores. “Saya mengawali perjalanan di Kabupaten Ende dan berakhir di Labuan Bajo,” tuturnya, Nagekeo, Kamis (29/7/2020).
Di hadapan peserta sosialisasi, Politisi PKB itu menyebut Pulau Flores sangat luar biasa. “Di Ende, di saat menjalani masa pengasingan, Bung Karno merenung dan menemukan Pancasila,” ucapnya.
Diakui nilai-nilai Pancasila sudah diterapkan masyarakat Pulau Flores. Dengan menerapkan nilai-nilai luhur bangsa membuat keberagaman dan perbedaan yang ada tidak menjadi faktor konflik. “Perbedaan dan keberagaman justru menjadi penguat di masyarakat,” ucapnya.
“Saya melihat kekuatan masyarakat Flores adalah mampu menjadikan perbedaan dan keragaman sebagai pengikat,” tambahnya. Hal demikian disebut sebagai inti dari 4 Pilar.
Mensosialisasikan 4 Pilar dikatakan merupakan amanat yang wajib dilakukan oleh anggota MPR berdasarkan UU MD3. “Ini tugas saya selaku Anggota dan Pimpinan MPR,” ujar pria kelahiran Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Sebagai anggota NU, Jazilul Fawaid menyebut sebutan Empat Pilar di organisasi ini kerap dilafalkan dengan Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD NRI Tahun 1945, “disingkat PBNU,” ujarnya.
Untuk itulah sosialisasi yang dilakukan untuk memperkuat PBNU. “Bangsa Indonesia lestari kalau PBNU kuat. Kalau PBNU lemah, maka kondisi bangsa ini sebaliknya,” tambahnya.
Disampaikan oleh Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu, masyarakat harus bangga menjadi bangsa Indonesia. Kebanggaan perlu disyukuri sebab banyak negara belajar toleransi kepada bangsa Indonesia.
“Soal toleransi, kita menjadi rujukan bangsa lain,” paparnya.
Ia mencontohkan Afghanistan pernah belajar soal toleransi di Indonesia. Padahal menurut Jazilul Fawaid, Indonesia terdiri dari ribuan pulau, beragam agama, bahasa, dan budaya.
“Kekayaan dan keberagaman menjadi perekat,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Gus Jazil juga menyampaikan fungsi dan tugas kedudukan MPR. Disampaikan kepada peserta sosialisasi, MPR di masa lalu dan masa saat ini berbeda. Di masa lalu, MPR merupakan lembaga tertinggi. Presiden pada masa itu adalah mandataris MPR.
“Presiden saat itu dipilih oleh MPR,” paparnya.
Adanya reformasi membuat MPR tak seperti dulu. MPR menjadi lembaga negara setara dengan Presiden, DPR, MK, DPD, MK, KY, BPK, dan MA. Meski demikian MPR mempunyai tugas mengubah UUD. Diungkapkan, beberapa waktu yang lalu, ketika ada wacana melakukan amandemen terbatas, pimpinan MPR melakukan kunjungan ke berbagai ormas keagamaan.
Dalam pertemuan tersebut MPR meminta masukan soal wacana amandemen terbatas. Bila ada masukan soal amandemen, mana yang perlu dan apa saja.
Dalam kesempatan yang sama, Dipo Nusantara menyebut 4 Pilar sudah final. Sama seperti yang dikatakan Jazilul Fawaid, masyarakat Nusa Tenggara Timur sudah melaksanakan nlai-nilai Pancasila. Hal demikian bisa dilihat dalam kehidupan keseharian. Saat pesta adat dan budaya, masyarakat yang beragam agama bisa melakukan bersama dengan membagi tugas masing-masing.
“Hal demikian yang perlu dilestarikan,” tegasnya.