Pemerintah kembali kalah di pengadilan, Wakil Ketua MPR : Perkuat kajian sebelum mengambil kebijakan
Syarief Hasan mendesak Pemerintah untuk memperkuat kajian sebelum mengambil berbagai kebijakan yang bersentuhan dengan masyarakat.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mendesak Pemerintah untuk memperkuat kajian sebelum mengambil berbagai kebijakan yang bersentuhan dengan masyarakat. Pasalnya, beberapa kali kelompok masyarakat menggugat kebijakan Pemerintah dan memenangkan gugatannya di pengadilan.
Terbaru, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Sumatera Barat mengajukan keberatan atas Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri yang di dalamnya mengatur mengenai pelarangan mewajibkan penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhususan agama tertentu di lingkungan sekolah dasar dan menengah.
Mahkamah Agung dalam amar putusannya mengabulkan keberataran hak uji materil atas SK 3 Menteri tersebut yang dikonfirmasi langsung oleh Juru Bicara MA pada Jumat (7/5/2021). Mahkamah Agung menyebutkan bahwa SKB 3 Menteri tersebut bertentangan dengan 3 (tiga) undang-undang sekaligus yang lebih tinggi dibandingkan SKB 3 Menteri.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan menyebutkan, kejadian seperti ini menurunkan wibawa dan citra Pemerintah di masyarakat. “Kebijakan yang diambil bersama tiga menteri dibatalkan oleh Mahkamah Agung telah mencoreng citra Pemerintah itu sendiri.”, sesal Syarief Hasan.
Menurut Syarief Hasan, berbagai kebijakan harusnya mempertimbangkan banyak hal, baik sosial, agama, dan budaya. “SKB 3 Menteri yang menyebutkan bahwa individu berhak untuk memutuskan menggunakan atau tidak menggunakan seragam dengan kekhususan agama tertentu, tidak mempertimbahgkan sisi sosial, agama, dan budaya di Indonesia.”, ungkap Syarief Hasan.
Memang, MA telah memutuskan bahwa SKB tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Politisi Senior Partai Demokrat ini pun mendorong Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kebijakan dan kinerja menteri-menterinya. “Presiden Jokowi harus mengevaluasi sehingga para menteri tidak mengambil kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan kehendak rakyat dan bahkan bertentangan dengan hukum.”, ungkap Syarief.
Apalagi, menurut Syarief, ini bukan kali pertama kebijakan pemerintah digugurkan oleh pengadilan. Sebelumnya, pada tahun 2017, Pemerintah dinyatakan melanggar hukum atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda Kalimantan Tengah oleh Pengadilan Negeri Palangkaraya dengan mengabulkan sebagian besar gugatan class action dari Gerakan Anti Asap (GAAS) Kalimantan Tengah.
Lalu, Pemerintah juga kalah dalam gugatan PERPRES No.75 Tahun 2019 menyangkut kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) dan dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) dengan membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Pemerintah juga dinyatakan melakukan pelanggaran hukum atas pelambatan dan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat di bulan September 2020 yang diputuskan oleh Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena bertentangan dengan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Ia pun mendorong Pemerintah lebih berhati-hati dan matang dalam mengambil kebijakan dan langkah strategis. “Pemerintah harus mempertimbangkan dari banyak sisi sehingga langkah yang diambil tidak kontraproduktif dan malah menurunkan citra Pemerintah di mata masyarakat”, tutup Syarief Hasan.(*)