Ahmad Basarah: Kehadiran BPIP di BRIN Pastikan Pancasila Jadi Sumber Riset dan Inovasi
Ia juga menyinggung pentingnya perpaduan antara keahlian teknokrais dan pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan pembangunan nasional
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. Ahmad Basarah berpandangan bahwa pro dan kontra keputusan Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin mengangkat dan melantik Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) seharusnya tidak perlu terjadi. Kritikan tersebut menganggap seharusnya Dewan Pengarah BRIN diketuai oleh seseorang dengan kaliber ilmuwan peneliti terkemuka.
Untuk bisa memahami pengangkatan Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, maka kita harus melihat kembali konstruksi hukum UU No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sinasiptek) dan Peraturan Presiden (Perpres) 78 tahun 2021 tentang BRIN.
“Dalam UU Sinasiptek, Pancasila merupakan rambu filosofis dan normatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan, riset dan teknologi. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 5 huruf a UU Sinasiptek, yang mengatur bahwa “Ilmu pengetahuan dan teknologi berperan menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada nilai-nilai ideologi Pancasila,” kata Basarah di Jakarta, Kamis 14 Oktober 2021.
Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut melanjutkan bahwa kebebasan akademik dalam pelaksanaan riset dan inovasi tidak berada dalam ruang hampa, melainkan perlu dimaknai sebagai pelaksanaan dari nilai-nilai Pancasila dalam fungsinya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Upaya ini penting dilakukan untuk mencegah riset-riset yang tidak selaras dan nilai-nilai Pancasila.
“Misalnya riset-riset tentang hak azasi manusia yang mengembangkan tentang legalisasi pernikahan sejenis seperti diberlakukan beberapa negara barat, penguatan kebebasan manusia untuk tidak bertuhan. Kemudian, riset perihal dukungan pada liberalisasi politik, misalnya saja sistem pemilu free fight liberalism yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Juga riset liberalisasi ekonomi yang mendukung negara sebatas hanya sebagai penjaga malam yang mengancam ekonomi kerakyatan. Jelas sekali riset-riset seperti tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila,” kata Doktor Hukum lulusan Universitas Diponegoro tersebut.
Selain UU Sinasiptek, aturan lain yang juga perlu dipahami adalah, ketentuan Pasal 6 Perpres No.78 Tahun 2021 yang berbunyi "Dewan Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan kepada Kepala dalam merumuskan kebijakan dan penyelenggaraan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila.' Saya garis bawahi di sini adalah "Berpedoman pada nilai-nilai Pancasila".
Lalu pasal 7 ayat 2 yang berbunyi "Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara ex-officio berasal dari unsur Dewan Pengarah badan yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pembinaan ideologi Pancasila”.
“Sehingga dengan demikian, pengangkatan Ibu Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN bukan secara pribadi tetapi mewakili lembaga BPIP dan hal itu sudah sesuai dengan konstruksi hukum yang ada dimana Ibu Mega saat ini sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang berperan sentral menjaga dan mengarahkan agar Pancasila tetap menjadi sumber dan pedoman riset dan inovasi nasional,” tegas anggota Komisi Pendidikan DPR itu menegaskan.
Terakhir, Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI menyinggung pentingnya perpaduan antara keahlian teknokrais dan pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan pembangunan nasional. Untuk itulah Ibu Megawati juga didampingi 9 tokoh lain masuk Dewan Pengarah BRIN yang akan memastikan BRIN, berjalan sesuai amanat peraturan yang memayunginya.
Ada menteri keuangan dan Menteri Bappenas. Ada Prof. Sudhamek yang dikenal sebagai pebisnis berpengalaman, Prof. Emil Salim yang jago ekonomi, Prof. Adi Utarini di medis dan kedokteran, Prof. Marsudi Wahyu Kisworo yang pernah meraih gelar best rector in Asia dan jago TI, Tri Mumpuni yang berpengalaman melayani masyarakat dalam menyediakan listrik mikrohidro, Bambang Kesowo seorang birokrat berpengalaman, dan I Gede Wenten guru besar ITB bidang teknik kimia. Disinilah tampak kolaborasi yang memadukan nilai-nilai Pancasila dan kemampuan teknokratis untuk saling menunjang dan melengkapi satu sama lain.
“Disinilah perpaduan keduanya semakin relevan. Bung Karno sendiri di Pidato HUT RI 17 Agustus 1966 telah memberikan contoh bagaimana upaya membangun bangsa, “Bahwa membangun suatu negara, membangun ekonomi, membangun teknik, membangun pertahanan, adalah pertama-tama dan pada tahap utamanya membangun Jiwa Bangsa …. Tentu saja keahlian adalah perlu, tetapi keahlian saja tanpa dilandaskan pada Jiwa yang besar, tidak akan dapat mungkin mencapai tujuannya. Inilah perlunya…, sekali lagi mutlak perlunya, Nation and Character Building,” sambung Basarah.
Terakhir Basarah menegaskan, “Pembangunan nasional yang tidak berpijak pada ideologi bangsanya sendiri, maka bangsa tersebut akan rapuh dan terombang ambing kehilangan arah. Sebaliknya, jika ideologi tanpa adanya perencanaan yang dilandasi riset dan inovasi, maka cita-cita bangsa tersebut hanya akan menjadi utopia” pungkas Basarah.(*)