Ma'ruf Cahyono Dorong Srikandi Pemuda Pancasila Miliki Daya Saing
Ma'ruf Cahyono menyebutkan perlunya reevaluasi terhadap terbentuknya "nation and character building" yang ada selama ini
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal MPR Dr. Ma'ruf Cahyono, SH, MH menyebutkan perlunya reevaluasi terhadap terbentuknya "nation and character building" kita selama ini. Sebab, persoalan-persoalan yang dihadapi saat ini berawal dari ketidaktepatan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal "kebangsaan" yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an
"Ketidaktepatan inilah yang dapat menjerumuskan Indonesia seperti yang ditakutkan Soekarno, 'menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa'. Bahkan kekhawatiran Soekarno, menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa," kata Ma'ruf Cahyono dalam paparan di depan peserta Musyawarah Nasional II Srikandi Pemuda Pancasila di Hotel Bumiwiyata, Depok, Sabtu (11/12/2021). Tampak hadir Ketua Umum Srikandi PP Srimaya.
Dalam paparan berjudul "Mewujudkan Srikandi Pemuda Pancasila yang Berkarakter dan Berdaya Saing", Ma'ruf Cahyono mengungkapkan pembangunan karakter itu meliputi, pertama, kemandirian (self reliance) atau menurut istilah Presiden Soekarno adalah "Berdikari" (berdiri di atas kaki sendiri).
Kedua, demokrasi (democracy) atau kedaulatan rakyat sebagai ganti sistem kolonialis. "Masyarakat demokratis yang ingin dicapai adalah sebagai pengganti dari masyarakat warisan yang feodaliatik," kata alumni Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) ini.
Ketiga, persatuan nasional (national unity). Dalam konteks aktual dewasa ini, kata Ma'ruf, diwujudkan dengan kebutuhan untuk melakukan rekonsiliasi nasional antar berbagai kelompok yang pernah bertikai ataupun terhadap kelompok yang telah mengalami diskriminasi selama ini.
Keempat, martabat nasional (bargaining positions). "Indonesia tidak perlu mengorbankan martabat atau kedaulatannya sebagai bangsa yang merdeka untuk mendapatkan prestise, pengakuan dan wibawa di dunia internasional," jelas pria yang sedang menambah gelar Doktor di Program Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia.
"Pada konteks ke-Indonesiaan, rasa kebersamaan (kebangsaan - nasionalisme) menyiratkan sebagai keberhasilan yang tertopang oleh landasan idiil, yaitu Pancasila," sambungnya.
Ketua Keluarga Alumni Fakultas Hukum (KAFH) Unsoed ini juga memaparkan evolusi masyarakat yang memasuki society 4.0 menuju society 5.0. Pada society 4.0 masyarakat sudah mengenal komputer hingga internet. Tantangan di era induatei 4.0 adalah terjadinya disrupsi, yaitu perubahan yang fundamental dan mendasar. Inovasi yang menggantikan cara-cara lama dengan cara-cara baru. Teknologi lama "serba fisik" diganti dengan teknologi digital.
"Digitalisasi mengubah hampir semua tatanan kehidupan. Fenomena menggeser aktivitas-aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata ke dunia maya," ujar pria kelahiran Banyumas ini.
Sedangkan society 5.0 adalah era di mana semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri. "Konsep society 5.0 memungkinkan kita menggunakan ilmu pengetahuan yang berbasis modern seperti AI, robot, untuk kebutuhan manusia dengan tujuan agar manusia dapat hidup dengan nyaman," urainya.
Kondisi dunia kerja saat ini, lanjut Ma'ruf, antara lain mempercepat akses digital di semua industri, tekanan lebih besar untuk memperbarui keterampilan, lokalisasi peluang kewirausahaan, munculnya jenis pekerjaan baru, tenaga kerja multi generasi dan beragam, seeta tidak dibatasi struktur dan tempat. "kemampuan memecahkan masalah, kognitif, dan sosial menjadi semakin penting, kebutuhan keterampilan fisik akan semakin berkurang," imbuhnya.
Untuk itu pria yang pernah menjadi Plt Sekretaris Jenderal DPD (2017 -2018) mendorong Srikandi Pemuda Pancasila memiliki daya saing. Dia menyebutkan empat prasyarat untuk berdaya saing, yaitu creativity (kreativitas), critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), dan collaboration (kolaborasi).
"Kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara yang baru dan tidak lazim yaitu dengan kemampuan untuk menemukan cara pemecahan yang unik dalam menghadapi masalah," kata Sesjen MPR termuda ini.
Sedangkan berpikir kritis merupakan proses berpikir mendalam, juga mencakup kemampuan untuk evaluasi diri dan membuat seseorang jadi lebih mandiri. Prasyarat komunikasi adalah kemampuan membangun dan menyampaikan makna dari satu entitas atau kelompok ke kelompok lainnya melalui penggunaan tanda, simbol, dan aturan semiotika yang dipahami bersama.
"Kolaborasi artinya proses partisipasi beberapa orang, kelompok, dan organisasi yang bekerja sama untuk mencapai hasil yang diinginkan," kata Ma'ruf.
Dosen magister hukum Unsoed ini menambahkan untuk memiliki daya saing maka perlu kemampuan literasi seperti literasi numerasi, literasi sains, literasi informasi, literasi finansial, literasi budaya, dan kewarganegaraan. Selain itu, mampu berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi, berkolaborasi serta memiliki kemampuan memecahkan masalah.
"Dan yang terpenting memiliki perilaku (karakter) yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila," pungkasnya.