Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ditemukan Ikan Seluang Spesies Baru

Para penikmat ikan seluang berbahagialah karena kini ditemukan spesies baru. Ikan ini disuka masyarakat

Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Domu D Ambarita

TRIBUNNEWS.COM, BALI - Ikan air tawar digemari konsumen karena rasanya lezat, manis, mengandung protein tinggi dan higienis. Seluang contohnya, di banyak daerah, ikan ini disuka masyarakat. Para penikmat seluang berbahagialah karena kini ditemukan spesies baru.

Mahasiswa doktoral Fakultas Ilmu Biologi Universitas George Washington, Amerika Serikat, Daniel Lumbantobing  mengenalkan Seluang baru ini dalam konferensi Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) 2010 di Ruang Jauk, Sanur Beach Hotel, Denpasar, Bali, Rabu (21/7/2010).

Menurut Daniel, yang sudah 6 tahun berada di Amerika Serikat, di banyak daerah, ikan Seluang (Rasbora Sumatrana) dikenal dengan nama berbeda-beda. Di Riau disebut ikan Seluang, orang Sunda menamainya Paray, masyarakat Minang menyebutnya Badar, orang Tapanuli menyebutnya Buringsak.

Ikan ini satu famili dengan ikan air tawar yang ditemui di Danau Singkarak, Sumatera Barat, atau pora- pora di Danau Toba, Sumatera Utara. "Satu famili, tetapi beda marga," kata Daniel, alumnus Jurusan Bilogi, Fakultas Mate-matika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Indonesia, tahun 2004.

Spesies baru ikan air tawar jenis seluang ditemukan di sungai di kawasan Barat Daya Pulau Sumatera. Ikan ini ukurannya lebih kecil dan lebih pendek, ukuran 3 centimeter saja sudah bereproduksi atau bertelur.

Spesies ikan seluang (Rasbora Sumatrana) ini ditemukan dalam penelitian selama 40 hari dengan menelusuri sungai-sungai di Pulau Sumatera yang dilakukan Daniel bersama tim.  Seluang spesies baru ini ditemukan di sungai air tawar. Namun Daniel masih merahasiakan ciri-ciri khasnya, karena belum dipublikasi. Ia merencanaman akhir tahun ini baru mengenalkan temuannya ke masyarakat.

Atas penemuan spesies baru tersebut, Daniel berharap warga setempat turut menjaga kelestarian alamnya. Sebab seluang ini salah satu kekayaan alam Indonesia. Setiap spesies biasanya tumbuh atau berkembang di daerah masing-msing dan belum cocok di daerah atau habitat lain.

BERITA REKOMENDASI

"Seharusnya setiap keanekaragaman hayati dapat menambah biogeografi, dan seterusnya dapat menambah kekayaan ekonomi. Seluang sangat digemari konsumen, jadi kalau populasinya terjada dapat dijaring dan dijual sebagai makanan. Seluang juga dapat ditangkarkan di kolam, atau keramba," ujar Daniel, warga Kota Depok, Jawa Barat.

Daniel mengaku tertarik meneliti tentang Seluang karena populasinya sangat banyak, dan masing- masing famili memiliki aneka ragam marga. Dalam klasifikasi biologi modern, ada aturan tingkat pengelompokan makhluk hidup.

Tingkatan-tingkatan ini disebut takson atau taksa. Takson bertingkat-tingkat, semakin tinggi tingkat takson makhluk hidup yang ada dalam tingkat takson tersebut makin banyak dan perbedaannya pun semakin banyak.

Semakin rendah tingkat takson jumlah makhluk hidup semakin sedikit dan persamaannya semakin banyak, perbedaannya semakin berkurang. Spesies merupakan tingkatan takson yang paling rendah.

Tingkatan-tingkatan takson tersebut (berurutan dari yang paling bawah); spesies, genus (marga), familia (suku), ordo/order (bangsa), class (kelas), divisio/divisi atau phyllum (divisi digunakan untuk tumbuhan dan filum untuk  hewan) dan tingkatan tertinggi adalah kingdom (kerajaan/dunia) .

Manfaat lain dari penelitian ikan Seluang, kata Daniel Lumbantobing, dia dapat mempelajari biogeografi. Dengan menemui ikan semarga Seluang di Sumatera, Jawa dan Malaysia, ilmuan dapat mempelajari bahwa pulau-pulau tersebut pernah terhubung atau menyatu, namun belakangan terpisah air akibat es di kutub mencair.

"Berapa lama terhubungnya Sumatera dengan Malaysia, dan spesies Seluang di Jawa Barat mirip dengan di Sumatera, ini menunjukkan kedua Pulau ini juga pernah terhubung. Tentu ikan-ikan ini berevolusi dalam waktu lama, bisa jutaan tahun," katanya.

Konferensi ilmiah Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) 2010, digelar di Sanur Beach Hotel, Bali, 19 - 23 Juli. Konferensi ini diikuti sebanyak 900 ilmuwan dari 60 negara, sebanyak 300 ilmuwan di antaranya berasal dari Indonesia.

ATBC dibentuk tahun 1963 untuk  misi memberdayakan riset serta memfasilitasi pertukaran pemikiran di bidang biologi dan lingkungan tropika. Sebagai suatu perhimpunan, ATBC menerbitkan suatu publikasi ilmiah berskala internasional yang kini menjadi salah satu terbitan paling terkemuka di bidangnya, yaitu Biotropica.

Konferensi ATBC 2010 mengangkat tema Keanekaragaman Hayati Tropika: Menghadapi Krisis Pangan, Energi, & Perubahan Iklim.

Bertindak sebagai tuan rumah, Universitas Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta didukung oleh 12 organisasi lainnya di antaranya Center for International Forestry Research (CIFOR).

Deklarasi yang akan dihasilkan dalam pertemuan itu akan menjadi masukan bagi berbagai konvensi internasional yang ujungnya akan menjadi acuan bagi setiap negara dalam membuat undang-undang ataupun peraturan di negara masing-masing, tentang keanekaragaman hayati.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas