Peneliti LAPAN Nilai Keputusan Arab Saudi Kontroversial
Peneliti LAPAN menilai keputusan Arab Saudi menetapkan hari Idul Adha jatuh 10 Dzulhijjah bertepatan Selasa (16/11) kontroversial.
Penulis: Iwan Taunuzi
Editor: Iswidodo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Peneliti Astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin menilai keputusan Mahkamah Agung Kerajaan Arab Saudi menetapkan hari Idul Adha jatuh 10 Dzulhijjah bertepatan Selasa (16/11/2010) kontroversial.
Pasalnya, menurut Thomas Djamaluddin, hilal awal Dzulhijjah pada Sabtu (6/11/2010) mustahil terlihat. Posisi hilal di Arab Saudi hanya 2 derajat dan berumur kurang dari 13 jam.
"Tampaknya faktor ini tidak diperhatikan oleh Arab Saudi," kata dia kepada di Jakarta, Jumat (12/11/2010).
Thomas mengatakan penetapan tersebut hanya berdasarkan kesaksian individu masyarakat yang melihat hilal saat itu. Parahnya kesaksian tidak disertai dengan data ilmiah. Bahkan, tidak menyebutkan identitas saksi sebagaimana yang berlaku di Indonesia.
"Peristiwa seperti ini pernah terjadi pada tahun 2005 silam. Terungkap saksi yang dijadikan rujukan rukyat hilal adalah pria berusia lanjut," ungkapnya.
Berangkat dari sini, Thomas menduga saksi yang bersangkutan salah mengamati hilal ada kemungkinan obyek lain yang dimaksud.
Ia menegaskan penentuan 10 Dzulhijjah tak perlu mengacu hasil ketetapan Arab Saudi. Karena, menurutnya, Arafah tak terkait dengan wukuf, akan tetapi arafah adalah hari ke sembilan Dzulhijjah sesuai dengan garis dan keberadaan wilayah masing-masing negara. (*)