Ketua MK: Jangan Ada Referendum di Yogya
Polemik silang pendapat antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menyoal keistimewaan Yogyakarta
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik silang pendapat antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menyoal keistimewaan Yogyakarta diharapkan jangan sampai titik referendum. Sebab, hal tersebut dianggap inkonstitusional.
"Jangan terlalu jauh untuk referendum. Malah tidak ada dasar konstitusionalnya kalau referendum," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Menurut Mahfud, baik pendapat SBY maupun Sultan dinilainya sama-sama sudah konstitusional.
Pasal 18 ayat (4) menyatakan gubernur, bupati dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Sedangkan dalam pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keistimewaan untuk Yogyakarta. Di pasal tersebut dinyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
"Saya hanya ingin mengatakan dua-duanya mempunyai pandangan konstitusional yang harus dihormati," jelasnya.
Selain itu, lanjut Mahfud, ada 5 di Indonesia ini, yang sekarang sudah disetujui didalam prolegnas yang disebut daerah khusus dan istimewa.
Aceh khusus, karena kekhususannya disana berlakunya syariat dalam batas tertentu. Jakarta kekhususannya karena dalam hal dia Ibukota. Lalu Bali, karena daerah pariwisata.
Daerah istimewa Yogyakarta karena warisan sejarah. Bukan karena kawasan tertentu. Misalnya suatu saat Batam, Kepulauan Riau bisa jadi daerah khusus di kawasan industri itu bisa.
Karena itulah, Mahfud menjelaskan silakan kedua belah pihak memperdebatkan hal tersebut di hadapan parlemen secara terbuka.