Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Saya Tidak Mau Jawab Soal RUU Keistimewaan

Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak bersedia komentari RUU Keistimewaan walau rakyat Yogyakarta telah menunjukkan dukungan bulat.

Editor: Iswidodo
Laporan Tribun Jogja, Ikrob Didik Irawan

TRIBUNEW.COM, JOGJA – Simbol-simbol pro penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mewarnai agenda Kenduri Jogja di Nol Kilometer, tepatnya di simpang empat Kantor Pos Yogyakarta, Minggu (5/12/2010).

"Saya tidak mau jawab soal RUUK,” begitu kata Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X saat dikonfirmasi adanya simbol-simbol pro penetapan di area Kenduri Jogja.  Kenduri tersebut dimaksudkan untuk deklarasi Jogja sebagai kota aman untuk dikunjungi pascaletusan merapi.

Simbol-simbol itu di antaranya bambu runcing yang dipasangi bendera merah putih berbentuk segitiga. Bambu runcing yang dalam sejarah dipakai pejuang untuk melawan penjajah itu dibawa para pemuda yang mengenakan baju lurik biru tua, blangkon, bercelana hitam dan bersepatu pantofel hitam.

Spanduk bertuliskan “Yogyakarta Harus Tetap Istimewa, SBY Harus Tegas Pro Penetapan”, dipasang di sisi pojok gedung Kantor Pos Besar Yogyakarta atas nama Konggres Rakyat Yogyakarta.

Spanduk lainnya bertuliskan "Kami Cinta Perdamaian, tapi Kami lebih Mencintai Keistimewaan"  oleh Gerakan Rakyat Mataram (Geram).  Spanduk itu dipasang di pojok Gedung BNI

Dalam acara Kenduri Jogja itu pihak Keraton Yogyakarta mempersembahkan tumpeng raksasa yang diberi nama Tumpeng Megono. Tumpeng yang tingginya satu meter dengan diameter 1,7 meter iitu disimbolkan sebagai bentuk permohonan keselamatan kepada Tuhan.

Ada tujuh rupa makanan di tumpeng berwarna putih polos. Ada pula tujuh ingkung ayam. Angka tujuh diartikan sebagai pituduh atau petunjuk dari Allah.

Berita Rekomendasi

Tumpeng diarak dari dalam keraton oleh prajurit Bregodo Mantrijero menuju panggung. Panggung tempat pemotongan tumpeng tepat berada di tengah-tengah perempatan Kilometer Nol, tepatnya di simpang empat Kantor Pos Yogyakarta.

Ada sekitar 20-an prajurit yang mengawal tumpeng tersebut. Mereka mengenakan beskap lengkap, baju batik lurik warna coklat bergaris hitam, celana putih lorek hitam, dan sepatu pantopel hitam. Prajurit-prajurit ini juga dilengkapi senapan tempo dulu, tombak, dan pedang. Salah seorang prajurit membawa panji bendera hitam polos. Tepat di tengah bendera ada lingkaran warna perak seukuran bola basket.

Selain tumpeng itu, ada ratusan tumpeng lain dari jajaran intansi pemerintah provinsi, pemerintah kota, intanstansi swasta dan organisasi masyarakat setemoat. Tumpeng-tumpeng itu diletakkan di tepi  jalan depan Kantor Pos Besar Yogyakarta.

Pada puncak acara, Tumpeng Megono dipotong oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Potongan tumpeng itu lalu diberikannya kepada Herry Zudianto. "Jogja aman dikunjungi, ayo ke Jogja," ajak Sultan, yang kata-katanya kemudian diikuti oleh ribuan rakyatnya yang memedati lokasi kenduri. “Ayo..” sahut masyarakat Yogyakarta. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas