Gubernur Lemhanas: Referendum Jalan Terakhir
Gubernur Lemhanas angkat bicara soal polemik yang kini berkepanjangan terkait rencana draft RUU Keistimewaan Yogyakarta
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Prawira
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lemhanas angkat bicara soal polemik yang kini berkepanjangan terkait rencana draft RUU Keistimewaan Yogyakarta yang bakal diserahkan pemerintah ke DPR. Usai mengikuti acara Presiden SBY di Istana Negara menerima peserrta PPRA XLV Senin (13/12/2010), Muladi mengungkapkan, apa yang terjadi di Yogyakarta, tidak sampai mengganggu stabilitas nasional.
Muladi mengungkapkan, seharusnya Mendagri Gamawan Fauzi melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan pihak Keraton Yogya sebelum draft RUU Keistimewaan Yogyakarta diserahkan ke DPR. Akan tetapi, sarannya kepada mendagri, malah didahului oleh DPR.
DPR lebih cepat, juga partai politik. Kalau sudah partai politik, ada permainan, ada kompetisi poltik. Saling berebut, dimanfaatkan. Seharusnya mendagri jangan ketinggalan dari DPR," kata Muladi.
"Mendagri kan sebagai pengambil inisiatif, harus melakukan antisipasi. Maka, kalau ketinggalan dengan DPR. Padahal, kuncinya di DPR. Dengan kondisi emosional seperti ini, sulit sekali," tuturnya.
Muladi kemudian menyarankan kepda keluarga besar Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk tidak emosional. Menyelesaikan pro dan kontra terkait polemik RUU Keistimewaan Yogyakarta yang akan diserahkan pemerintah ke DPR, haruslah disikapi dengan kepala dingin.
"Jangn terus kemudian keluar dari partai. Nanti, ini perjalanannya masih panjang. Saya lihat Sri Sultan dan Gusti Prabu terlalu emosional. Menghadapi seperti ini harus tenang karena akan menjadi contoh penyelesaian. Kalau emosional, mengganggu stabilitas politik," ujarnya.
Secara pribadi, status Kesultanan Yogyakarta haruslah seperti yang sekarang ini, tak usah diubah. Namun begitu, apakah nanti gubernur Yogyakarta akan ditetapkan atau dipilih secara langsung, tentu DPR yang akan menjawabnya sambil mendengar aspirasi dari rakyat Yogya.
"Jadi, belum tentu aspirasi rakyat sama dengan aspirasi pemerintah. Tapi, kalau sampai referendum, terlalu dramatis. Ini pernah terjadi di Kanada. Referendum jalan terakhir, kalau bisa dihindari," Muladi menyarankan.
Oleh karena itu, katanya lagi, untuk menghindari adanya referendum, alangkah lebih baik permasalahan Yogyakarta ini diserahkan kepada DPR. Ditanya lagi, apakah kondisi yang terjadi di Yogyakarta bisa mengarah ke referendum?
"Belum. Referendum itu jalan terakhir. Ini masih proses demokratisasi. Akan tetapi, proses demokratisasi itu, jangan emosional. Yang saya lihat, emosionalnya luar biasa," Muladi menandaskan.