Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Spanduk 'SBY' Bukan Menghina SBY

Halaman depan DPRD Provinsi DIY Senin (13/12/2010) siang, dipenuhi pendukung penetapan yang menghadiri sidang rakyat.

Editor: Juang Naibaho
zoom-in Spanduk 'SBY' Bukan Menghina SBY
TRIBUN JOGJA
Spanduk yang dibentangkan warga Yogyakarta 
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Putut Amy Luhur

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Halaman depan DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Senin (13/12/2010) siang, dipenuhi pendukung penetapan yang menghadiri sidang rakyat. Dari kerumunan tersebut, masing-masing elemen membawa spanduk beraneka tulisan. Tapi ada satu yang menarik perhatian, yakni spanduk bertuliskan, "SBY: Sumber Bencana Yogya."

"Semua spanduk biasa-biasa saja, tidak menarik perhatian. Maka kami membuat ini (spanduk "SBY"), tapi bukan berarti menghina presiden SBY," kata Kreator spanduk, Julius Felicianus (50).

Spanduk yang dipasang di sebelah kiri pangung itu, diikatkan di pilar dan mobil RRI. Tulisan 'SBY' berwarna merah. Kemudian 'Sumber Bencana Yogya' dengan huruf 'S', 'B', 'Y' warna merah. Sedangkan huruf lainnya ditulis kapital, berwarna hitam.

Julius yang juga Koordinator Jogja Bangkit itu menyatakan, bila ide pembuatan spanduk tersebut datang dari citra Presiden SBY. "SBY dari awal menjabat sebagai presiden, bencana datang silih berganti menimpa berbagai daerah di Indonesia. Termasuk gempa Jogja 2006, meletusnya merapi 2006 dan terakhir 2010 ini," ujar pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur.

Laki-laki yang mukim di Jogja sejak tahun 80-an ini menambahkan, citra SBY tidak hanya bencana. Tapi juga citra korupsi, memecah belah dan menjual negara.

"Semua spanduk biasa-biasa saja, tidak menarik perhatian. Maka kami membuat ini, tapi bukan berarti menghina presiden," kata Direktur Galang Press itu.

Spanduk tersebut, lanjutnya, sudah dibuat sekitar seminggu lalu. "Mendukung keistimewaan Yogyakarta itu penting, selain saya puluhan tahun hidup dan mencari nafkah di sini. Juga karena adanya fakta sejarah yang tidak bisa dinafikkan," tutur suami Frederica Sri Widiastuti (48).

Berita Rekomendasi

Ayah dari Anastasia Gilang Prista Dewi (22) dan Hendricus Wisnu Jatmiko (18) melanjutkan, sejarah republik diawali dengan bergabungnya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alaman. "Jika mau menghilangkan, berarti menafikkan keberadaan NKRI," pungkasnya.

Selain spanduk itu, masih ada beberapa spanduk lain yang cukup menggelitik. "Kudu Penetapan: Rawe-rawe Rantas, Malang-malang Puntung", "Penatapan=Harga Mati" dan sebagainya.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas