Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Maryanto: Pantai Kulon Progo Tanah Kesultanan Yogyakarta

Wilayah Pantai Kulon Progo diklaim sebagai tanah Kesultanan Yogyakarta oleh saksi saksi dari pemohon uji materi UU nomor 4 tahun 2009.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Maryanto: Pantai Kulon Progo Tanah Kesultanan Yogyakarta
TRIBUNNEWS.COM/HASAN SAKRI GHOZALI
Ribuan warga Yogya menggelar unjuk rasa mendukung penetapan Sri Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur. 
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saksi dari pemohon uji materi  Undang-undang (UU) nomor 4 tahun 2009 tentang Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Maryanto menyebut wilayah Pantai Kulon Progo diklaim sebagai tanah Kesultanan Yogyakarta.
       
"Tempat tambang pasir besi itu diklaim milik Kesultanan, sehingga masyarakat tidak dilibatkan dalam rencana tambang pasir besi," ujar Maryanto, saat bersaksi di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (15/12/2010).

Menurut Maryanto, masyarakat Karangsewu, Kulon Progo sudah menempati tanah tersebut sejak dahulu dan kebanyakan dari mereka memiliki sertifikat, namun rencana tambang pasir besi ini tanpa melibatkan penduduk setempat.
       
"Memang tambang itu baru 'pilot project' dengan cara mengambil bahan baku (pasir besi), tapi sudah menyebabkan debit air sumur warga yang berkurang dan debu yang mengakibatkan rusaknya tanaman warga," jelasnya.

Maryanto menyebut rencana luas tambang pasir besi ini diperkirakan lebar 1,8 kilometer dan panjang 22 kilometer.

"Wilayah itu merupakan wilayah pemukiman dan tanah pertanian penduduk," jelasnya.

Lebih jauh Maryanto menjelaskan bahwa daerah pesisir Kulon Progo dahulunya merupakan kawasan tandus dan gersang yang terdiri dari gundukan pasir.

Namun kemudian  penduduk telah mengolahnya menjadi daerah pertanian dan peternakan yang merupakan keahlian penduduk setempat. Meski demikian lanjut Maryanto pada tahun 2005 ada rencana penambangan pasir besi sehingga mengancam kehidupan masyarakat.

"Masyarakat menolak karena pemerintah melakukan klaim secara pihak tanpa adanya pembicaraan sebelumnya," tandasnya.
       
Sidang uji materi UU Minerba digelar menyusul tiga permohonan yang diajukan tiga pihak berbeda. Pemohon pertama yaitu Fatriansyah Aria dan Fahrizan, yang diwakili kuasa hukumnya Iwan Prahara. Fatria dan Fahrizan mengajukan uji materi terhadap pasal 22 huruf f dan Pasal 52 ayat (1) UU Minerba.

Berita Rekomendasi

Ada juga Asosiasi Penguasaha Timah Indonesia (APTI) dan Asosiasi Pertambangan Rakyat Infonria (Astrada) Babel yang diwakili kuasa hukum Dharma Sutomo dan Fahriansyah. Serupa dengan pemohon pertama, Dharma Sutomo menilai UU Minerba, khusus kami lihat dalam kasus pertambangan timah akan sulit dilaksanakan.

Pemohon terakhir adalah lima LSM lingkungan dan sejumlah perorangan yang mewakili propinsi masing-masing. Lima LSM tersebut antara lain Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Yayasan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Koalisi untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Solidaritas Perempuan (SP). Mereka diwakili kuasa hukum Asep Yunan Firdaus yang mengaku pihaknya mengajukan uji materi Pasal 6 ayat (1) huruf e, pasal 9 ayat (2), pasal 10 huruf b, dan pasal 162 UU Minerba terhadap UUD 1945.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas