Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Paskah Tak Didampingi Keluarga saat Vonis

Yang unik, jika biasanya para terdakwa didampingi keluarganya saat menghadapi bayangan penghukuman, maka tidak dengan Paskah.

Penulis: Vanroy Pakpahan
Editor: Prawira
zoom-in Paskah Tak Didampingi Keluarga saat Vonis
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Anggota DPR komisi IX dari Fraksi Partai Golkar periode 1999-2004, Paskah Suzetta, beserta empat terdakwa lainnya, yaitu Ahmad Hafiz Zawawi, Martin Bria Seran, Boby Suhardiman, dan Anthony Zedra Abidin, menjalani persidangan lanjutan terkait kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Senin (30/5/2011). Dalam sidang itu dihadirkan saksi mantan Deputi Gubernur Senior, Miranda S.Goeltom. (tribunnews/herudin) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus suap pemenangan Miranda S Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) menghadapi pembacaan vonis atas kejahatan yang diduga dilakukannya di Pengadikan Tipikor. Yang unik, jika biasanya para terdakwa didampingi keluarganya saat menghadapi bayangan penghukuman, maka tidak dengan Paskah.

Paskah mengaku tak ada satupun keluarganya yang hadir dalam persidangan hari ini. "Ya nggak lah. Ngapain ikut-ikutan perkara kaya gini," ujarnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (17/6/2011).

Paskah sendiri secara pribadi mengaku menghargai vonis majelis hakim kepadanya. Namun dirinya mengaku masih akan berpikir-pikir untuk menerimanya atau melawannya dengan upaya hukum lanjutan.

Terlepas dari vonis 1 tahun 4 bulan, Paskah mengaku kecewa dengan jalannya persidangan terhadap dirinya hingga pembacaan vonis hari ini. Pasalnya proses persidangan berjalan tanpa adanya kontruksi hukum yang jelas.

"Dan ini telah terjadi seperti yang saya katakan, ada missing link. Kalau ini suap harus bisa dibuktikan siapa yang memberi. Profesor Muladi mengatakan dalam surat yang disampaikan ke KPK, bahwa kalau ada penerima, harus dibuktikan dulu ada pemberi dan pemberinya itu harus dituntut dulu, baru penerima Dan ini kenapa proses hukum di Indonesia tidak sesuai dengan konstruksi hukum," katanya.

"Kalau ini judulnya kasus Miranda Gultom maka kenapa Miranda masih berleha-leha. Harusnya dia dulu yang diadili. Bagi saya angka hukuman tidak jadi masalah tapi kebenaran dan keadilan harus ada," imbuhnya.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas