KPK Garap Rusli Zainal Hari Ini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepati janjinya untuk kembali memeriksa Gubernur Riau, Rusli Zaenal.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepati janjinya untuk kembali memeriksa Gubernur Riau, Rusli Zaenal. Lembaga superbody kembali mengorek dugaan keterlibatan Ketua DPP Golkar ini dalam kasus dugaan korupsi Main Stadium PON Riau.
Agar tak tercium oleh banyak awak media, orang nomor wahid di Riau ini hadir di markas KPK sangat pagi. Mengenakan kemeja batik, Rusli irit bicara. Dia hanya sedikit bicara soal pemeriksaannya kali ini.
Rusli mengamini jika pemeriksaannya terkait penyelidikan korupsi stadion utama PON RIAU, sebagai pengembangan dari penyidikan Perda 6 tahun 2010.
Perda No.6 tahun 2010 diketahui terkait Penambahan Anggaran Pembangunan Arena (Venue) Menembak PON Riau.
Selebihnya Rusli memilih menutup mulutnya. Dia enggan menjawab pertanyaan wartawan, apalagi terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi yang tengah ditangani KPK. Dia pun bergegas masuk ke loby gedung KPK.
Juru Bicara KPK, Johan Budi membenarkan soal kehadiran Rusli di KPK. Menurut Johan, Rusli diperiksa sebagai saksi terkait penyelidika dugaan korupsi stadion utama PON RIAU, sebagai pengembangan dari penyidikan Perda 6.
"Benar, di penyelidikan," kata Johan Budi saat dikonfirmasi, Jumat (19/10/2012).
Dugaan keterlibatan Rusli pun semakin nampak. Rusli dianggap mengetahui seluk-beluk kasus dugaan korupsi PON RIAU. Bahkan, Rusli disinyalir dapat dijerat di dua kasus korupsi, yakni suap PON dan dugaan korupsi stadion utama yang anggarannya Rp 1,1 tiliun.
Rusli sendiri telah diperpanjang masa pencegahan keluar negeri sejak Rabu (10/10/2012) lalu. Untuk kepentingan penyidikan maupun penyelidikan, Politisi Golkar tersebut kembali diperpanjang masa pencegahan keluar negeri untuk 6 bulan kedepan.
Sebelumnnya Rusli telah dicekal ke luar negeri bersama Kadispora Riau Lukman Abbas pada tanggal 8 April 2012 lalu. Keduanya dicegah berpergian keluar negeri untuk kepentingan penyidikan kasus suap kepada anggota DPRD Riau senilai Rp 900 juta, terkait pengesahan revisi
Sebulan kemudian atau setelah mendalami penyidikan, KPK menetapkan Lukman Abbas dan Wakil Ketua DPRD Riau, Taufan Andoso Yakin sebagai tersangka kasus suap PON. Keduanya langsung ditahan usai diperiksa pertama kali sebagai tersangka.
Selama masa cekalnya yang berlangsung 6 bulan, Rusli sudah dua kali diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, serta dua kali dihadirkan sebagai saksi di persidangan perkara PON di PN Tipikor Pekanbaru, Riau.
Dalam sidang itu JPU KPK juga memutar bukti sadapan telepon yang mengarah pada dugaan keterlibatannya. Bahkan dalam sidang perkara suap PON ini seorang saksi dari PT Adhi Karya bernama Dicky mengungkapkan pernah menyerahkan uang Rp 500 juta ke kediaman Rusli Zainal. Saksi ini juga yang menyebut soal aliran dana Rp 9 miliar ke DPR RI untuk meloby anggaran PON dari Pusat.
Saat ini, kasus suap PON telah menjerat 13 tersangka, dua di antaranya telah divonis 2 tahun 6 bulan oleh Hakim Tipikor Pekanbaru, yakni PNS Dispora Riau Eka Dharma Putra dan Karyawan PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero, Rahmat Syahputra. Sedangkan 7 tersangka lain dari kalangan anggota DPRD Riau masih belum diproses.
Johan sendiri sebelumnnya telah menyebutkan bahwa penyelidik KPK belum menyimpulkan jumlah dugaan penggelembungan dana proyek yang terjadi dalam pembangunaan proyek Main Stadium Pekan Olahraga Nasional (PON) di komplek Universitas Riau, yang menelan anggaran Rp 1,1 triliun lebih. Menurut Johan, sampai saat ini penyelidikan masih tetap berjalan dengan meminta keterangan sejumlah pihak.
"Kita belum simpulkan dugaan markupnya. Karena sampai saat ini penyelidikan masih dilakukan," kata Johan Budi beberapa waktu lalu.
Dalam penyelidikan dugaan korupsi pada pengadaan dan pembangunan Main Stadium PON Riau ini, KPK menelusuri apakah ada penyalahgunaan kewenangan oleh penyelenggara negara dalam pelaksanaan proyek tersebut.
"Apakah ada penyalahgunaan kewenangan, ada mark up atau ada kick back (suap)," ujar Johan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, awalnya Pemerintah Pusat memprediksi proyek pembangunan Main Stadium PON hanya akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 miliar. Dengan anggaran tersebut, pemerintah pusat berencana membantu Rp 240 miliar saja.
Namun karena penyusunan anggaran awalnya diduga sudah salah, pusat kemudian mengurungkan bantuan tersebut karena takut terlibat mark up. Sebab, terdapat indikasi bahwa Pemerintan Provinsi Riau menyusun harga berdasarkan plafon tertinggi, sehingga dikhawatirkan bisa bermasalah di kemudian hari.
Sementara yang dijadikan acuan pemerintah pusat adalah pengalaman menghitung pembangunan stadion Gedebage Bandung dan Gelora Bung Tomo Surabaya. Anggaran kedua stadion itu masing-masing tak sampai Rp 450 M.
Belakang diketahui ternyata anggaran untuk Stadion Utama PON yang berada di komplek Universitas Riau itu sudah menelan APBD Riau hingga Rp 1,118 triliun dari anggaran sebelumnya Rp 900 miliar.
Informasi lain yang dihimpun menyebutkan, dugaan markup dalam pembangunan main stadium PON itu diduga mencapai 250 persen. Markup dilakukan dengan modus mengurangi material bangunan, sehingga tidak sesuai dengan spech yang direncanakan.
Beberapa di antaranya kursi penonton di tribun stadion utama seharusnya berjumlah 41 ribu unit. Namun ketika dihitung jumlahnya hanya sekitar 37 ribu unit. Persoalan ini sebelumnya pernah mencuat namun tenggelam begitu saja.
Parahnya lagi, konstruksi main stadium diprediksi tidak akan bertahan lama. Pasalnya besi yang digunakan tidak sesuai spech. Mestinya pembangunan konstruksi stadion utama PON itu menggunakan besi ukuran 2,5 mm. Namun yang dipakai hanya ukuran 0,5 mm.