Ibunda Fitra Sudah Tegar
Nazarudin Lubis, kuasa hukum Fitra Ramadhani mengatakan, ibunda Fitra sudah tegar dengan kejadian yang menimpa buah hatinya.
Penulis: Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nazarudin Lubis, kuasa hukum Fitra Ramadhani mengatakan, ibunda Fitra sudah tegar dengan kejadian yang menimpa buah hatinya.
"Waktu awal ibunya memang menangis, dan batal menjenguk saat pertama lihat kantor Polres Jaksel tempat Fitra ditahan. Tapi, sekarang ibunya sudah tidak syok lagi, cuma masih sedih kalau lagi besuk. Keluarga tetap berjuang, karena ini kan tawuran murni, pilihannya hanya dua, menusuk atau ditusuk," kata Nazarudin.
Ayah dan ibu Fitra, lanjutnya, juga sudah menyadari, bahwa salah satu faktor internal yang membuat anaknya terlibat tawuran dan pembunuhan, tak lepas karena kurangnya perhatian orangtua.
"Ibunya, bapaknya, sama adiknya, sering datang jenguk ke polres. Awalnya, ibunya enggak kuat untuk datang, tapi sekarang sudah tegar, sudah kuat. Mereka bilang, sebagai ayah dan ibu sudah sadar atas kejadian ini, katanya diambil hikmahnya saja. Mereka sadar ini karena faktor internal dan eksternal. Internalnya, karena kurang memberikan perhatian kepada anak," tutur Nazarudin.
Sedangkan faktor eksternal perilaku Fitra, terang Nazarudin, yaitu kekerasan-kekerasan yang ditampilkan di media massa, sistem pendidikan, dan lingkungan atau teman mainnya.
"Di tv, kemarin kita lihat bagaimana anggota TNI di Riau mencekik wartawan. Jadi, apa yang ditampilkan media itu menjadi contoh," ucapnya.
Menurut Nazarudin, sistem pendidikan dengan Ujian Nasional, mengakibatkan siswa berisiko mencari pelarian ke tempat yang salah.
"Begitu si anak memasuki kelas 6 SD atau kelas tiga SMP, dia dihantui Ujian Nasional. Tiap hari belajar dari pagi sampai sore. Ada anak yang pelariannya justru ke teman sebaya, dan sekali ketemu berantem," ujar Nazarudin.
Minggu lalu, ungkap Nazarudin, saat ia sedang berada di Mapolres Jaksel, ada 70 lebih siswa SMK yang ditangkap mau tawuran, membajak Bus Mayasari Bhakti, dan bawa bom molotov.
"Yang bawa bom molotov satu tahanan sama Fitra. Fitra kasih nasihat ke anak-anak SMK itu. Dia bilang, sudahlah jangan begitu, jangan tawuran lagi," bebernya.
Menurut Nazarudin, Fitra tidak perlu lagi diajak tawuran saat di SMAN 70. Justru, Fitra menjadi salah satu mentor, di sekolah yang bersebelahan dengan Kantor Kejaksaan Agung.
"Dia anak yang loyalitasnya tinggi. Dia enggak boleh dengar ada temannya yang kena pukul. Tapi, dia juga enggak tinggal diam kalau dengar ada temannya lagi kesusahan duit, pasti dibantu. Makanya, kalau hari kunjungan tahanan, temannya banyak yang datang," paparnya.
Nazarudin menambahkan, usaha ayah Fitra sebagai pengusaha barang antik dan mebel, tak terganggu kasus yang menimpa putranya.
"Usaha bapaknya masih jalan. Bapaknya kalau besuk bisa bolak-balik Bali-Jakarta. Kalau ibunya kan hanya ibu rumah tangga," cetus Nazarudin.
"Fitra anak ketiga dari enam bersaudara. Anak pertama laki-laki, masih kuliah di Yogyakarta. Anak kedua perempuan juga masih kuliah. Anak ketiga si Fitra. Anak keempat laki-laki. Adiknya yang anak kelima dan keenam perempuan, yang sekolah di SMAN 6 dan SMPN 12 Jakarta," terangnya. (*)