Konflik Polisi-Tentara Terjadi Sejak Pemisahan Dua Institusi
Dibakarnya kantor Mapolres OKU, Sumatera Selatan, oleh sejumlah oknum tentara dinilai merupakan buntut dari permusuhan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dibakarnya kantor Mapolres OKU, Sumatera Selatan, oleh sejumlah oknum tentara dinilai merupakan buntut dari permusuhan yang berkembang sejak pemisahan kepolisian dari tentara Indonesia.
Menurut pengamat militer yang merupakan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hermawan Sulistiyo, sejak polisi pisah dengan tentara dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), timbul arogansi sektoral di masing-masing anggota dua kesatuan yang menganggap instansi masing-masing lebih berwenang dibandingkan yang lain.
"Dalam kasus ini, tentara yang ditilang oleh anggota polisi berpikir polisi tidak berwenang terhadap dirinya, sementara polisi mendapatkan kewenangan yang sebelumnya tidak didapat," ujar Hermawan kepada Tribunnews.com, Kamis (7/3/2013).
Selain itu juga telah terjadi kecemburuan pendapatan diantara anggota dua instansi itu. Menurut Hermawan, sejak Pemerintah mengucurkan remunerasi bagi anggota tentara Indonesia, maka terjadi kejomplangan pendapatan diantara anggota tentara dan kepolisian Indonesia.
Menurut Hermawan, pendapatan yang diperoleh oleh seorang tentara berkat remunerasi itu jauh lebih besar dibandingkan dengan seorang personil polisi. "Remunerasi bintara TNI sama dengan remunerasi dengan perwira polisi. Namun tentara berpendapat, walau begitu polisi kan mendapat lebih besar dari sampingannya," kata Hermawan.
Untuk memperbaiki situasi ini, bebernya perlu pembenahan sistem pendidikan di Akademi Kepolisian dan SPN Tentara, untuk mengubah pola berpikir yang ada. Selain itu bebernya perlu diberlakukan sistem reward and punishment yang tranparan, dan dikeluarkannya produk Undang-undang yang mengatur militer dan sipil.
Klik: