JCSW Dorong Modernisasi Akademisi Bidang Pekerjaan Sosial
Kompetensi pekerja sosial mutlak diperlukan dan syarat bisa terselenggara pelayanan sosial yang baik.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kompetensi pekerja sosial mutlak diperlukan dan syarat bisa terselenggara pelayanan sosial yang baik. Kementerian Sosial menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Japan College of Sosial Work.
“Tersedianya sumber daya manusia (SDM) pekerja sosial memiliki kompetensi merupakan kebutuhan mendesak. Mengingat permasalahan sosial semakin kompleks dan dinamis, ” ujar Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri di acara penandatanganan memorandum of understanding dengan Japan College of Sosial Work (JCSW) di Tokyo, Selasa (9/4/2013).
Luasnya cakupan masalah sosial, membutuhkan keterlibatan profesional dan kerja sama untuk menumbuhkan harapan dan meningkatkan kualitas hidup.Kondisi struktur sosial masyarakat masih dilingkupi oleh masalah kemiskinan, ketidakberdayaan, eksklusi sosial dan penyalahgunaan obat.
Menurut Mensos, menghadapi masalah sosial lintas batas sebagai dampak keterbukaan interaksi di era global. Misalnya,terkait pekerja migran, adopsi antar-negara secara ilegal, serta perdagangan manusia.
“Masalah tersebut membutuhkan sinergitas, kolaborasi dan kerja sama berskala internasional, ” tandasnya.
Kemensos punya perhatian khusus terhadap peningkatan kompetensi pekerja sosial.Hingga kini, JCSWtelah memberikan kontribusi nyata yang sangat berharga bagi bangsa untuk menghasilkan pekerja sosial profesional. Selain itu, JCSW merupakan institusi yang bekerja sama dengan Kemensos. Terlebih, lembaga tersebut memiliki sejarah panjang sejak tahun 1958 dan keunikan pendidikan pekerjaan sosial dan penelitian sosial di Jepang.
“Secara khusus, kerja sama untuk memberikan kesempatan bagi staf agar mengakses pendidikan, penelitian dan pelatihan berkualitas. Termasuk di dalamnya, bagi kualitas mahasiswa dengan melakukan praktikum selama masa studi, ” tandasnya.
Kompleksitas masalah sosial tidak mungkin diatasi secara maksimal dengan sumber daya manusia bidang kesejahteraan sosial terbatas. Oleh karena itu, keterbatasan melahirkan tuntutan terhadap pendidikan pekerjaan sosial, penelitian dan pelatihan. Hingga kini, masih dibutuhkan sebanyak 139,000 pekerja sosial untuk menambahkekurangan 15,000 pekerja sosial yang ada.
Indonesia, membutuhkan kader-kader profesional yang memiliki kompetensiyang mampumenterjemahkan kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial ke dalam pelayanan nyata untuk kesejahteraan. Juga, penambahan SDM pekerja sosial harus didukung strategi perbaikan remunerasi pekerja sosial seiring reformasi birokrasi.
“Peningkatan kompetensi pekerja sosial sebagai upaya meningkatkan legalitas praktik pekerja sosial dan perlindungan terhadap klien. Tahun lalu, telah disertifikasi bagi pekerja sosial, ” ujarnya.
Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, melalui unit operasionalSekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung (STKS) menyelenggarakan pendidikan pekerjaan sosial pada tingkat Diploma IV dan Pascasarjana. Sekolah ini merupakan sekolah tertua diantara 37 universitas sejenis. STKS menghasilkan jumlah lulusan pekerja sosial terbanyak setiap tahun, yaitu 250 hingga 300 orang. Saat ini, STKS memiliki mahasiswa sejumlah 1.507 orang dan menyediakan program kemitraan bagi para pegawai pemerintah daerah (Dinas Sosial) dan tenaga kesejahteraan sosial.
Mensos menjelaskan, pendidikan, penelitian dan pelatihan juga merupakan elemen strategis transformasi kesejahteraan sosial. Kerja sama turut mendorong generasi muda percaya diri, menimba keterampilan dan meningkatkan pendidikan untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan sosial dan kehidupan lebih baik. Kerja sama di atas, mendorong perumusan rencana untuk memodernisasi akademisi, peneliti dan pelatih dalam bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial serta mentransformasikan menjadi sumber keunggulan.
“Tujuan pengembangan SDM agar menjadi pengalaman berharga yang patut dicontoh, ” jelasnya.
Acara tersebut, turut dihadiri oleh Penasihat senior Menteri Sosial, Mu’man Nuryana sekaligus pemimpin delegasi terdiri dari Harry Hikmat, Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Samsudi sebagai Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Musholi sebagai Staf Khusus Menteri Sosial Bidang Pemerintahan, Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial, dan Kanya Eka Santi sebagai Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.